30 November 2010

Mengingatmu

Mengingatmu dalam diam
Ketika hati rasa rindu dan fikir rasa hampa
Terkenang semua rasa gelisah
Resah, galau merebut angan
Adakah ini rasa rindu?

Tersenyum dalam semua kekacauan
Titik demi titik di bumi ini kupijak
Namun aku tak tahu di bawah langit mana kau bernaung
Dirimu, yang selalu hadir dalam mimpi

Adakah kau pangeran pujaan hati
Memperlihatkan sosok sebelum waktunya
Membawaku terbang ke tempat tinggi
Tempat dimana waktu berkata
: hanya ada kau dan aku

29 November 2010

Kepada Diriku

Bukan seorang yang lisannya terjaga diriku ini
Tidak pula perbuatannya jauh dari celaan
Amaran bahaya kerap datang
Namun terkadang hati tak lena ketika kebaikan terpampang


Berdusta ketika berkata
Ingkar ketika berjanji
Dan lalai ketika diberi amanah


Kelemahan seorang manusia ialah
Ketika ia berbuat kesalahan
Dan kekuatan terbesar seorang manusia
Ialah ketika ia belajar dari kesalahan dan memperbaikinya


Semoga Tuhan masih memberikan kesempatan :)



25 November 2010

Mata Itu Sayu

Kamu hari ini hanya diam, Nagata. Aku kan jadi ikutan diam juga.


Bingung harus bagaimana memulai pembicaraan.
Tapi aku senang saat kau berbisik ketika berbicara padaku.
Perkataan itu buatku.


Senang saat kau menjelaskan sesuatu, dan itu berada dekat denganku.


Sepertinya kamu lelah, Nagata.


Tapi kau selalu bilang padaku, "Ini belum seberapa. Bersiaplah untuk menghadapi yang lebih memberatkan dari ini."


Nagata,
Dunia mempunyai matahari untuk meneranginya,
Dan kau matahari untukku


Nagata,
Dunia mempunyai bunga untuk memperindah dirinya,
Dan kau bunga untukku


Ketika mata berbingkai kaca itu redup, aku sedih tak dapat melihat diriku di manik matamu.


So,
Would you smile for me, Nagata?

24 November 2010

Nagata, Ich Liebe Dich!

Entah kenapa pengen nulis malem-malem begindang :)
Gyahaha~~

Aduh-aduh mukaku panas gila nih..
-^___^-

Lama aku nggak tidur larut gara-gara hati deg-degan nggak karuan..

Aku rasanya nggak pandai menceritakan sesuatu secara kronologis.

Hari ini si Nagata ganteng gila. Seperti gayanya biasa. Emang sih, kalau untuk ukuran orang jatuh cinta, semua penilaian untuk si Doi jadi bagus. Baru aja dua hari nggak ngeliat senyumnya aku udah gregetan pengen ke kampus untuk sekedar berbicara. Tapi sayang, akhir-akhir ini dia jarang senyum. Itu yang bikin aku sedih.

Tapi guess what, pas aku di kampus dia tadi nelpon aku dan menyapa aku dengan sebutan, "Dek". 

OMG, nggak biasanya dia nyebut "Dek" dalam percakapannya. Rasanya sayang banget untuk menghapus nomornya dari daftar panggilan masuk. Nggak nyangka pas pulang, di parkiran motor aku ketemu dia. Rasanya aku nggak mau pulang. Aku mau ngobrol ama dia. Pas ada kesempatan ngobrol, syukurlah, dia menyunggingkan senyum untukku.

Background hujan rintik-rintik buat dia seperti artis lagi syuting :P

Haduh-haduh.

Tanpa makan rasanya udah kenyang :D

Kyaaa~~ Kenapa aku jadi labil gini sih. Hati ketar-ketir nggak karuan. Bingung mau nulis apa, persis seperti lagunya Sherina:

Geregetan, oh aku geregetan
Apa yang harus ku lakukan?

Maunya-maunya-maunya ada dia terusss~~

Hihihi~~

Nagata, Ich liebe Dich!

At the Rhein's riverside
I whisper:
Love you

Wanna be by your side
Staring at you

Take me to anywhere
in this world


Nagata, keep smiling :)
Nggak sabar untuk bisa pergi jalan-jalan denganmu :)

21 November 2010

Happy One Year Five Months, Brother! :D

"Dimanapun di belahan Bumi ini, Allah mempersiapkan orang-orang terbaik-Nya untuk membantumu. Bahkan disaat kau jatuh, dan seakan dunia menghimpitmu, Allah datang, memberimu bermilyar-milyar karunia yang patut kamu syukuri, yang patut kamu pergunakan sebaik-baiknya, Kehidupan." -Nadinez-


Saat sedang mengerjakan tugas, someone knocked the chatbox and said ":P Opa, how are you?"

I left my unfinished assignment and started to have a chit-chat with him. It has been a long time since I didn't have a really nice conversation with him, laughing for anything, and gossiping someone. I replied, "Kabar baik, Datuk. :))". I smiled, I didn't realize that I missed him so much until he greeted me. He asked "What was happened with u, Nad? You never poke me even you are online."

I was shocked. During my down-week there's no one who cares on me, no one asked questions such: why are you, what happened, are you OK. No one. No one. Yeah, on my mind, me -was the one who had the worst week ever. Ignoring all things around me, and sank in the routines and assignment. But,he came and ask me that question. I was really touched by that simple thing.

"Mmmmmmmmmmmmmmuch things bro.", I said.

Then we had a conversation.

He read all my posts, and said to me "The way you express your feeling, make you such a mature woman, not a childish girl anymore. I'm proud of you." Really, he made a compliment, (*is it a compliment, Bro?) and make me cry. At the last post I said that I even couldn't drop my tears but, a simple thing he did to me, the tears came out.

I have never seen your face at the real world. Our relationship is just from Yahoo! Messenger, from conversations we made. I keep tell you stories, ask you sooooo much things, discuss hem, not-really-important-things, gossiping, making a crack, and yaa~ we just make relax time.

Really, you are the only one who concern, who asked.
You said, "btw,, i know you can pass this exam,, Allah may not give hamba-Nya ujian apabila hamb-Nya tak bsa melaluinya. *Maylish  mode: on"

Thanks for the advice. Wherever you are, which side of earth you belong to, whatever happened to you, you are, Insya Allah, always here in my pray. I pray for your goodness, and may Allah always bless you.

I count, this month is our anniversary, like I said two months ago, it's our anniversary!!

Happy One Year, Five Months, Brother!

p.s: Lord, would You make a meeting for us?

19 November 2010

Dengarkan Aku

Jujur, saat ini keadaanku lagi kacau balau. Ntah badai apa yang datang, tiba-tiba aku sakit, dua handphone hilang, dan terakhir, memutuskan untuk tidak menghubungi seseorang.


Everything just messed up and I don't know why.


For about 3 days, I even didn't go out of my lodging house for eating. I just stayed at my room, made my room up, wrote something. The results : I posted 3 writing yesterday. I ruined my schedule, I lost my agendas. I'm losing my grip.


When shalat, I even couldn't drop my tears. The wounds just too severe that I've become so numb, I couldn't feel anything.


Akhir dari semua sakit itu adalah ketika aku memutuskan untuk menjauhi, tidak menghubungi, melepas. Teringat akan salah satu penggalan The Alchemist : kalau kau mencintai seseorang, kau harus rela melepasnya. Jika kau adalah bagian dari mimpinya, dia pasti akan kembali. 


Memulai memang susah, namun aku tahu aku bisa. Tuhan mendengarku, Tuhan tahu. Ketika setiap malam aku membisikkan namamu di bawah duli-Nya. Tuhan tahu aku berharap yang terbaik untuk masa depanku, Tuhan tahu mimpiku, Dia memeluk mimpiku.


Tuhan mempersiapkanku untuk mengarungi keadaan yang lebih baik. Aku yakin itu.


Aku terjatuh, namun aku mencoba berdiri lagi.


Dengarkan aku, Malaikatku.
Ketika sayapmu tidak lagi merengkuhku, aku terjatuh
Ketika senandungmu tak lagi kudengar, aku tak lelap


Namun, terima kasih
Memang aku harus berjalan sendiri
Tidak lagi merengek-rengek


Kamu tahu aku kuat
Tugasmu telah selesai


Malaikat Pelindung,
Terbanglah tinggi, gapai bintang-bintang di langit
Aku akan berjalan di Bumi
Jangan pernah sekalipun melakukan telepati itu


Malaikat Pelindung,
Jangan rendahkan sayapmu sekalipun aku meminta
Jangan pernah kembali sekalipun aku memohon


Cukup helai sayap yang kau tinggalkan ini aku simpan


:anggap saja kau tak pernah bersenandung dan merengkuhku

18 November 2010

Untuk Penelepon Malam Hari

Selayaknya, batang usia bukanlah penentu lembar kertas telah tercoret banyak
Namun seberapa sering kau melihat sekeliling dan mencoret kertas kehidupanmu
Selayaknya, bukan diri yang layak untuk mendapat pengasihan dari dirimu, tapi kau
Namun kau yang meninggikan dirimu, kalau tidak lantas siapa lagi?

Bukan salahku hadir dalam kehidupan, entah takdir
Ketika kata menyerang dan kau butuh penghormatan
Aku yang mengasihani dirimu, tersenyum dalam suka kesedihan
Lembaranmu tak bisa kau sobek, tak bisa kau hapus

Kecuali kau gila

Teriak! Teriak! Teriak!
Setan mendengarmu dan mendengarku, mungkin mendengarnya
Setelah perjalanan penuh intrik, rekayasa dan kebohongan, patutkah seorang mempercayainya?
Dia bukan tidak bisa memutuskan, dia takut kehilangan
Bagaimana seorang bisa duduk di dua buah kursi tanpa dia harus selalu menjaga keseimbangan?

Dalam cita kau tersenyum, namun nyata adalah sekejam yang kau fikir

Bukan kau yang akan melepasnya, tapi aku

Indah bukan tercipta karena adanya dia yang memberi indah
Tapi indah tercipta karena adanya dia yang merusakkan

Cukup Bermainnya, Nak

Cukup bermain, Nak
Hari telah petang
Dimana sapi pulang ke kandang
Dan para ibu menaikkan selendang


Cukup bermain, Nak
Langit telah merah
Harus kau kembali ke rumah
Tlah ku isi air dalam wadah


Cukup bermain, Nak
Sekarang waktumu istirahat
Mandi kemudian shalat


Cukup bermain, Nak
Malam itu kelam
Sedianya, menjadi seram

My 24hour Journey (Part Balikpapan-Samarinda)

Hem, aku jadi penasaran apakah aku sebenarnya memang duapuluhempat jam berada di perjalanan?

Jogja-Surabaya, 8jam 50menit (jam 10malem-6.50pagi)
Surabaya-Balikpapan, 1jam 30 menit.
Rehat di Balikpapan, 5 jam ( 10pagi-3siang)
Perjalanan Balikpapan-Samarinda, 4 jam (3siang-7malem)

Hampir 24 Jam sebenarnya :P

Perjalanan Balikpapan-Samarinda bisa ditempuh sekitar 1 jam oleh orang yang pengen cepat mati (ini pengalaman sodaraku). Normalnya sih dua jam, tapi aku dan papa menempuhnya 4 jam. Oke, dikarenakan ban pecah di sekitar kilometer 28. Hemhem..

rewindddd!

Di Balikpapan mamah sudah menyiapkan sebungkus nasi kuning untuk aku makan. Sekitar jam 10 lewat mamah pergi ke Samarinda duluan. Ada Oom mau  naik haji, ceritanya buat selametan gitu. Habis makan nasi kuning, aku gosok gigi. Eh nggak lama gigiku tiba-tiba bengkak dan sakit. Gerr~ jadi pipi yang udah bengkak ini tambah bengkak. Nggak enak banget rasanya.

Setelah mamah pergi aku memutuskan untuk tidur sejenak, mungkin bengkak dan sakitnya bisa reda.

Nggak lama tidur, eh ada orang yang ngetok pintu, aku memegang pipiku. Huwah~ tambah gede bengkaknya dan pipiku juga terasa basah. Ahem, ternyata Indonesia ketambahan satu pulau baru. *malu aku membuka pintu dengan mata setengah tertutup. Oh, ternyata mbak yang bantuin mamah ngerjain kerjaan rumah. Setelah membukakan aku kembali ke kasur, untuk meniduri bantal :P

Sekitar jam 3 aku bangun dan papah ternyata sudah pulang dan menyuruh aku berganti baju, tancap ke Samarinda.

Sekitar km.12, papa turun untuk ke Masjid sebentar. Aku ngeliat ada salome goreng. Taaaannncaaaappppp!! Aku suka banget sama jajanan anak eSDe yang notabene junkfood tape uweenakk banget. Mulai dari salome, cireng, es serut, anak emas, fujimie aaahhh~ kalau udah gede gini, yang namanya jajanan anak SD pengen dilahap semuanya. Habisnya pas  dulu SD selalu ngerasa uang jajan kurnag untuk membeli hal-hal seperti itu. Jadi pas udah uang jajan banyak, belinya nggak tanggung-tanggung.

Oke, aku beli salome goreng harga Rp10.000,-. Dua kantong gede salome goreng di tangan dan seringai setanku muncul. Aku kalap makan salome goreng. Hem, bagi yang nggak tahu salome goreng itu apa, sebenarnya seperti roti daging gitu. Digoreng. Namun perbandingan antara tepung dengan rasa dagingnya itu mungkin 5:1, artinya, kalau tepung 5 kilo, yaa~ dagingnya cuman 1 kilo lah, mungkin juga setengah kilo. Intinya : tepung digoreng. Nah, kalau salome rebus, perbandingannya juga sama. tapi kadang tepung kanji-nya banyak banget. Mungkin 7:1.

Selama perjalanan, aku melupakan gigiku yang sakit dan langsung makan salome goreng saus kacang itu dengan lahap. Nikmatnyooo~ lebih nikmat dari makanan yang di pesawat. Huhu~ Dan selama makan itu pula aku dapat wejangan, petatah-petitih, petuah, kalimat mutiara dari bapakku tercinta. Ada yang masuk, ada yang keluar, ada yang mental dari telingaku. Huehehe. Maaf ya papah tercintaa *sungkem

Ya~ jarak perjalanan Balikpapan-Samarinda kalau nggak salah sekitar 119 km. Dan ketika di Km.28, sekitar 4 kilometer dari perbatasan Balikpapan, ban mobilku pecah. Wah, yang terlihat di kanan-kiri cuman kebun doank. Papa berusaha untuk mengganti ban mobil sendiri. Sebenarnya bisa, namun karena nggak ada dongkrak, penggantian ban itu sulit dilakukan. Aku sendiri bingung mau berbuat apa. Alhamdulillah ada bapak-bapak yang lewat dengan sepeda motor. Papa bertanya apakah ada bengkel di sekitar daerah itu dan bapak itu bilang ada, namun jaraknya sekitar 1 kilometer.

Papah menyetujui, daripada tidak?

Selang berapa lama kemudian ban telah terganti dan kami pun melanjutkan perjalanan. Aku mengingat kembali masa-masa aku harus bolak-balik Balikpapan-Samarinda. Seingatku aku belum pernah merasa tidak rela jika harus kembali ke Samarinda karena harus sekolah. Aku menikmati semua kenanganku ketika bersekolah. Aku ingat dengan teman-teman sekelasku, Yutha, Desi. Ah, kemarin itu bertepatan dengan ulangtahun Becca. Aku memutuskan untuk bertemu dengan Becca, dan Desi. Namun Becca tidak bisa dihubungi.

Aku ingat pernah tidak suka dengan Samarinda. Ralat. Sampai sekarang aku tidak suka dengan Samarinda, aku hanya suka ketika aku belajar di sekolah. Aku tidak pernah merasa aku tidak akan lulus ketika itu. Aku selalu mengejar yang terbaik, bersaing dan belajar dengan teman-temanku sendiri. Ya, Yutha, Desi, adalah teman sekaligus saingan berat di kelas Bahasa. Lucu ketika aku mengenang masa Yutha belajar Matematika dengan Desi dan Desi harus menggaruk-garuk kepala karena tidak bisa menjelaskan ke Yutha dengan sederhana. Akupun tidak terlalu menguasai Matematika, maka aku bingung menjelaskan ke Yutha, bukan karena tidak bisa menjelaskan. Akhirnya, Desi menjelaskan ke aku dan aku menjelaskan ke Yutha. Masalah selesai dan kami bertiga sama-sama pintar.

Begitu juga alur Yutha ke Desi ketika belajar Bahasa Jepang atau Jerman.

Aku selalu menjadi perantara untuk memperjelas semua.

Aku semakin kangen Desi, Yutha, Becca.

Ketika sampai di Jembatan Mahakam, aku menelepon Desi. Alhamdulillah Desi menjawab dan akhirnya kami sepakat untuk bertemu. Ah, satu tahun lebih tidak bertemu Desi, bagaimana ya dia sekarang? Masih dengan rambut panjangnya? Atau sekarang sudah pendek?

Setelah Isya, aku diantar Om Eca -lagi- ke Plaza Mulia, tempat aku janjian dengan Desi. Hem~ Samarinda makin banyak Plaza, makin sering banjir. Aku berkeliling Plaza Mulia sendirian. Nggak menarik. Aku akhirnya menunggu Desi di depan Pizza Hut.

Akhirnya ada seorang cewek jangkung menyapaku.

"Cil!"

Huwaaaaaa~~ Aku langsung memeluk Desi. Masih cungkring, nggak ada yang berbeda. Kami berdua menuju Solaria, sambil bercerita tentang teman-teman Bahasa, keluarga kami masing-masing dan kehidupan masing-masing

Ketika sampai di J.Co, kami berdua memutuskan untuk berbincang-bincang di sana.


"Des, ada cerita apa?" tanyaku.


"Qia meninggal. Rabu kemaren (tanggal 3.11)" kata Desi.


"Hah?? Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun! Masya Allah. Trus?"


"Iya. Ceritanya nih, Ciel, inya (dia) mau ke pasar malam tuh bareng temennya. Eh, belum sampai di tujuan dia udah ketabrak. Parah mukanya sampai rusak gitu, malah temennya yang nggak apa,"


"Walah.."


"Inya dilarikan ke RS Abd. Moeis kalo', trus di sana dokter bilang alat-alatnya kada bisa cil ae, ehm, apa yah. Maksudnya itu nggak cukup bagus untuk kasus seperti dia. Akhirnya ke RS (kalo nggak salah Desi nyebut Wahab Sjahranie, tapi aku juga lupa eh. Nad) trus masuk ICU. Disana juga dokternya bilang,'ini nggak bisa diselamatin lagi'. Orangtuanya bilang pokoknya alat-alat untuk menunjang kehidupan Qia harus dipasang sampai dia memang udah nggak ada."


"Serem gitu sih?" Aku merinding mendengarnya.


"Iya, tahu Rizky kalo'? Nah jadi gila dia gara-gara Qia meninggal. Padahal inya ama Qia kan udah putus lama ya? Tapi Rizky-nya nggak bisa balikan gara-gara dia jadi guru dan Qia muridnya. Padahal kan Qia tinggal setahun lagi nah di SMA, baru bebas."


Aku terdiam.


"Ikam (kamu, Bahasa Banjar) gimana lah ceritanya?" tanya Desi.


"Hahhh~ Tauk, Cil ai. Susah sih kalau urusan hati," jawabku


"Ikam kada bicara pun ulun tau nah. Aku ama Yutha khan sering tuh ngobrol tentang kamu. Tapi aku ama Yutha itu takut aja pang nanya lagi ama kamu. Takut salah bicara."


"Maksudnya?"


"Ya, aku sama Yutha itu ngeliatin dari jauh aja. Nungguin kamu cerita. Ya ternyata kamu nggak cerita, kami kira kamu udah baik-baik aja."


"Nggak lah, Ciel. Ikam tahu sendiri lah ceritaku. Tapi susah, dong, ngelupain yang lama sama kita. Let it flows lah, Cil. Kalau difikirin juga buat aku kurus. Tenang aja koq, ada buktinya kalau aku nggak masukin di hati. Ini badanku masih subur." candaku.


"Ikam tuh lah. Baka yaro! (Bahasa Jepang, Bodoh!)" umpat Desi.


"Woooooo~~ Aho! (ini makian kasar banget katanya)" balasku.


"Inu!" --> Anjing. Dalam arti sebenarnya dan bukan kata makian. Kecuali dalam bahasa Indonesia. :P


"Buta!" --> Babi. Keterangannya sama seperti di atas.


Akhirnya kami tertawa berdua. Desi menambahkan kalau Qia juga nggak pake helm, itu yang memperparah keadaannya. Kematian. Sebenarnya hal yang paling dekat dengan kita tapi kita menyangkalnya. Seakan hidup selesai di alam dunia dan tidak ada alam selanjutnya. Pun ketika contoh besar sudah terpampang jelas di depan mata, masih ada orang yang hidup seakan untuk selamanya. Merapi, Wasior, Mentawai seakan belum menjadi contoh yang jelas.


Aku jadi teringat penggalan lagu M2M: "You do will never know what you've got till it's gone". Hmmmm~ mungkin orang itu nyadar kalau dia kehilangan sesuatu yang berharga, dalam hal ini nyawa, ketika dia sudah mati *sigh. Aku sih nggak tahu, yang jelas karena aku belum meninggal. Ya Allah, hamba meminta agar dikembalikan dalam kondisi yang khusnul khotimah.. Amin.


Kami pun dipisahkan oleh makhluk Allah, sang Waktu. Desi mengantarku ke depan Taman Makam Pahlawan dan menungguku sampai aku dijemput. Setelah papa datang, aku bersalaman dengan Desi dan berpelukan. Aku, sepertinya sempat lupa rasanya dipeluk oleh seorang sahabat. Betapa pelukan itu ternyata mengangkat beban dari pundak.


Di mobil, perjalanan ke rumah Oom yang mempunyai hajatan, aku merenung.


Betapa banyak pelajaran yang aku ambil dari perjalanan panjangku. Belajar tentang tolong-menolong, kebersamaan, mencari teman, survive, kematian, mengambil keputusan, untuk tetap tenang disaat sulit, menghargai sesuatu. Dan kemudian belajar.


Dimanapun di belahan Bumi ini, Allah mempersiapkan orang-orang terbaik-Nya untuk membantumu. Bahkan disaat kau jatuh, dan seakan dunia menghimpitmu, Allah datang, memberimu bermilyar-milyar karunia yang patut kamu syukuri, yang patut kamu pergunakan sebaik-baiknya, Kehidupan.

17 November 2010

My 24hour Journey (Part Di Atas Langit-Balikpapan)

Bagian terakhir dalam perjalanan melelahkan melewati empat kota itu. *lebay

Di atas langit menghabiskan waktu sekitar hem.. Surabaya-Balikpapan berapa jam yak?

*ingatingat


...


...


*nyontek  temen sebelah


...


...


BUGH! <-- dilempar kursi ama guru pengawas

=====

Sekian intermezzonya. Tapi suer eh, lupa aku nyampe jam berapa. 

*ngintipwebcitilink 

Oke, perjalanan sekitar satu setengah jam di udara. Aku duduk di seat 18 E, tapi akhirnya tukeran deh ama Mira. Penerbangan GA060 dan jam 6.20. Tanggal 6 November. Aku menghabiskan waktu untuk baca dan tidur di pesawat, tapi akhirnya aku terbangun gara-gara perut lapar dan kepala pening. Aku melihat kartu shopping di kursi. Hem, banyak makanan, tapi aku nggak ngerti mana yang akan dipilih. Susah juga untuk memilih tapi pilihanku jatuh pada nasi-ayam pedas. Mira sendiri pilih mie ayam jawa. Aku pergi ke kabin depan tempat awak pesawat dan meminta. Gerrr~ udah lama disitu pramugarinya bilang "Mbak tunggu sebentar saya panaskan dulu ya makanannya."

Ih, mereka nawarin makanan tapi belum siap gitu. Kesel jadinya. Udah perut keroncongan gini. Aku memutuskan untuk ke Lavatory alias toilet kering mereka. Aku ngeliat kalau di pintu itu ada tanda warna hijau yang artinya "nggak ada orang dan boleh dipake". Aku nanya pramugarinya untuk memastikan,

"Mbak ada orangnya nggak?"

"Nggak ada, orang itu warna hijau."

Ih muntab gila aku ama mbak itu. Aku buka deh pintunya. Eh, pas aku buka, ada orang, cowok lagi! Aku cuman bisa bilang alhamdulillah karena nggak sampai melihat hal-hal yang nggak boleh dilihat sekarang :P

Pengen aku tendang pramugari Citilink itu. Sayang aku udah kebelet deliver something ini. Aku misuh-misuh aja ama mbak-mbak itu. Setelah aku kembali ke tempat duduk, makanan udah ada disana. Terbit air liurku *heemmm... Duduklah aku dengan sopan, memindahkan Micha ke tempat duduk di samping Gigih.

Kubuka makanannya, bungkus alat makannya..

Wah~~

Ada ayam di samping nasi putih. Cacing-cacing di perut nampak gembira dan berteriak semakin keras menyuruhku untuk menyendokkan sesuap nasi ke mulutku. Aku tetap tenang dan membaca doa.

Bismillah

...


...


Amin.

Aku langsung menyendokkan sepotong ayam ke mulutku. Hem~ nikmatnya dunia ya Allah.. Huhuhuhu.. Kusendok nasinya. Eh, koq keras? Aku tusuk-tusuk nasinya, waks, malah behamburan. Aku sendoklah nasi yang udah behamburan itu.

Brrr~

Ternyata itu adalah es Nasi!!

Nasinya dingin, beku, alias belum dipanasin ama pramugaranya! HHHHHHHH!!! Tega bener sih mbak-nya. Aku bilang ke Mira, "Mir, kamu pegang deh nasiku. Dingin nih nggak bisa dimakan.."

Mira memegang nasiku dan bilang, "Wah iya, makan aya ayamnya nad, atau sayurnya."

"Sayurnya juga gitu, Mir. Dingin." kataku

"Yasudahlah. Mau mie-ku?"

Huhuhu.. Mira kau baik sekali... Tapi aku bilang ke Mira ntaran aja.

Rp 35.000 melayang. Aku jadi inget KFC tadi malem :'( Aku makan dengan mengucap doa semoga Allah memberikan aku kenyang di setiap sendok makananku.

Setelah makan, aku berbincang dengan Mira. Ternyata Mira juga orang SumSel. Kalau nggak salah ibunya yang berasal dari Plaju, Palembang. Nggak lama setelah perbincangan, pilot mengumumkan kalau nggak berapa lama lagi kita akan mendarat di Bandar Udara Internasional Sepinggan. Sip, jarak dari pengumuman ke pendaratan sekitar 15-20 menit, tergantung mode yang digunakan pilot, mau nancep gas atau pelan-pelan asal selamat. Juga tergantung dari lalu lintas udara, kalau lagi lampu merah 200 detik, semakin lama nyampe di Bandara *ngaco


Sekitar 15 menit berlalu ada suara "Landing Position blablable" dan aku dengar mesin pesawat sudah mulai bising. Landasan pacu alias runaway-nya juga udah keliatan. Entah kenapa kalau udah posisi begini aku rada-rada parno. Huhu. Alhamdulillah yep roda udah nggelinding di tanah Balikpapan. Huwaftt... Aku menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dari belakang *canda dink

Kemudian sodara-sodari sekalian. Aku nyampe di Balikpapan. Ketika menginjak tanah, eh, aspal, aku melihat sekeliling dan merentangkan tangan sedikit. Yes! Nggak ada abu! Yang ada hanya bau laut dan semilir angin. Bau khas tanah yang aku senang juga ada, walaupun juga bercampur gas hasil pembakaran. Aku tiba di hometown. Ohya, paling males deh kalau orang nanya, "Nggak pulang kampung Nad?". Aku selalu bilang, "Koreksi. Pulang Kota!"

Masa iya Balikpapan disebut kampung? Nggak terima gila aku.

Berjalan menuju klaim bagasi. Ketika nyampe, conveyor-nya nggak nyala lagi. Dan belum ada barang. Cukup lama menunggu bagasi-bagasi kita. Sambil menunggu bagasi, Rivan menjadi penagih bayaran. Mulai dari makan, carter mobil, tiket bandara. heuheu.

Setelah ambil koper. Aku menemui om Eca.

Menuju rumahku, surgaku.

Aku sudah nggak sabar untuk mandi, makan sepuasnya dan mengganti waktu tidur.

Dan deliver something BIG!

--tobecontinued to part Balikpapan-Samarinda

15 November 2010

My 24hour Journey (Part Jogja-Surabaya)

Hem, lama juga aku nggak nge-blog. Karena Merapi meletus keamren, aku ngungsi ke Balikpapan bersama teman-teman KPMB. Thanks Beben for helping mee.. Ntah apa jadinya kalau misalnya aku nggak bales sms Beben kemaren.

Perjalanan panjang kutempuh dengan 3 macem kendaraan. Mobil, bis bandara, pesawat (bis bandara kesebut juga yak? :P). Perjalanan melewati berbagai kota pada malam hari ada seremnya ada senengnya juga. Yang pertama kenapa serem? Suasana kemaren sepanjang perjalanan ke Surabaya itu agak aneh menurutku. Setelah erupsi terbesar (5/11) dan hujan abu, sekitar sore hari hujannya hanya berganti jenis, hujan air. Hem, jadi aku ngerasa gerah disamping dingin *kamumemanganehnad.

Aku dijemput Beben di Kost Pipitoo. Sekitar jam 7 aku dan Beben ke Asrama KPMB [FYI: Keluarga Pelajar Mahasiswa Balikpapan] di Seturan. Nunggu dia packing nggak jelas. Ntah apa yang dia bawa. Menerobos hujan yang bercampur abu, dia nganter aku pulang ke kost dulu. Aku sebenarnya sudah siap dengan tasku, tapi aku memutuskan untuk memasukkan semua baju kotor ke koper yang lebih besar. Daripada nggak bisa ngejemur di Jogja? Sementara aku packing dan bebersih, Beben pergi ke Jakal Km. 8 untuk naro tas dia. Yang rencana berangkat ada Rivan, Beben, Gigih, Mira, Aline, aku dan hem, satu lagi aku lupa noh namanya :'(.

Dasar emang orang Indonesia, si Beben bilang mau jemput jam 8 malah jemput setengah 9. Aku udah siap aja dari jam 8 kurang. Gerr~

Nyampe disana, aku seperti orang asing, yang aku kenal cuman Beben yang asyik dengan dunianya *kamumemangkejambencu. Si Bapak-yang-nyupirin-kami pun dateng lebih telat, jadi rencana jam 9 pergi hanyalah isapan jempol belaka *hadeh. Sebelum berangkat ke Surabaya, mengisi perut dulu di KFC di Jalan Solo. Sampe disana, yang kami dapatkan hanyalah ayam sisa *hiks. Entah katanya siapa yang ngasih info kalau itu KFC 24 jam. Padahal itu udah setengah 10 dan KFCnya tutup jam 10. Dalam setengah jam kami memesan, makan dan mampir ke WC :P

Perjalanan mulai sekitar jam setengah 11. Yang aku ingat kami melewati Solo, Surakarta, Ngawi; selebihnya aku lupa karena begitu banyak kota ;> Dalam perjalanan, aku udah nggak tahu lagi harus berkata apa. Mataku lelah pengen tidur, tapi rada nggak percaya ama sopirnya. Lagipula aku bingung mau tidur gimana. Pas udah lelap sedikit, aku ngerasa kakiku kesemutan, akhirnya melek lagi. Aku tidur ketika aku mengestimasikan akan tiba di Juanda sekitar 2 jam lagi. Aku kira akan tiba di Juanda selambat-lambatnya jam 5. Jadi aku bisa tidur pas jam 3. Ketika melirik hp, waktu menunjukkan jam 12, ternyata masih lama. Nggak lama kemudian, Siti -anak IE loh- sms:

"Nath pulang nggak? Aku bertualang dengan Ayu."

Berarti sebagian besar pada pulang ke asal nih. Keinget tadi dimarahin Papa gara-gara aku labil, antara pulang dan enggak. Aku bales:

"Aku juga pulang. Menghindar. Hha"

Batrei hp tinggal dikit, aku pengen tidur aja supaya nggak gatel ngelirik-lirik hape. Aku memandangi sopir. Dalam hatiku eduunn eta si Bapak teh naon yak kucek-kucek mata ama nguap terus, bagemana torang ini mo bale ka Balikpapan dengan selamat? Duh Gusti, nggreges rasaning ati.. *hadeh. Aku memeluk Micha, lumayan ada bantal, disamping anti-matigaya. Dari sana aku ngulang-ngulang bacaan surah-surah pendek yang nggak bertambah-tambah nih sejak satu semester.

Aku hanya bisa pasrah saat itu, menulis surat wasiat, mengingat masa lalu, berdoa, berharap masuk surga *lebay.

Dan jam 3 keparat itu belum datang dan kepalaku sudah penat, aku memutuskan untuk tidur jam 2. Aku tidur sambil senderin jidat ke jok mobil, malah kram leher. Tidur nyamping, malah sakit pinggang. Aku akhirnya memutuskan tidur sambil menutup mata *kamumemanganehnad.

Yak, sehabis tidur dengan tidak sempurna, tibalah juga di jalan tol yang menuju ke Bandara Internasional Juanda. Dari gerbang tol ke bandara sekitar 10 kilometer. Subhanallah, bisa melihat bianglala di ketinggian jalan tol itu merupakan kenangan indah eh. Melihat kegelapan malam berganti ungu, merah, oranye, kuning, kemudian perlahan menjadi biru.

Memijakkan kaki di Juanda membawa anganku ke Bandara Sultan Badaruddin II di Palembang. Mulai dari luasnya, kewajiban untuk "jalan kaki" ke tempat tujuan yang jauh, dan ramainya, semuanya. Namun, keramaian ini di dominasi oleh mahasiswa Jogja. Ya, ketahuan banget dah pokoknya, dari masker yang masih di kaitkan di leher, sampai bawaan yang hanya sedikit -kecuali aku.

Belum beruntung, kami yang jam 6.50 harus berangkat, masih berkutat dengan tiket yang belum dicetak. Loket Garuda Citilink baru buka jam 6, dan pembukaan itu diiringi suara misuh-misuh para penumpang yang belum mencetak tiketnya. Hihi. Lucu aja orang-orang pada nitip tiket ke orang yang antriannya di depan. Trus yang antri di depan kebingungan milih orang yang bakal dia tolong.

Ketika masalah tiket selesai, check-in, lalu menunggu.

Aku melihat ada Periplus lalu aku memutuskan untuk membeli The Alchemist. Hem, sebenarnya aku juga belum melahap If You Could See Me Now-Cecelia Ahern, tapi beli aja deh :D

Nggak lama kami di ruang tunggu, dan akhirnya ada panggilan untuk masuk ke pesawat. Seperti yang aku bilang tadi bahwa aku juga naik bis bandara. Yap, untuk mengantarkan ke pesawat.

Dan ketika menaiki anak tangga pesawat pertama, itulah akhir dari perjalananku di Surabaya.
-tobecontinuedtopart Di Atas Langit-Balikpapan


3 November 2010

Jadi Pengusaha

Mahasiswa teladan : Belajar coi!! Malah asik ngetwit, sarap! Mau jadi apa kamu nanti? Hah? Tukang gorengan?


Mahasiswa gaul : Aa' Burjo bro..

Quotes of D'day #6


If God answers your pray, He's increasing your faith. If He delays, He's increasing your patience. If He doesn't answer, He has something better -Anonim-

2 November 2010

From Jogja

Capung Merah
Loc: Kolam Ikan Plaza FEB
Iseng-iseng hari Jum'at kemaren ama Deredew, ngeliat capung merah, trus difoto deh.
Takjub ngeliat capungnya nggak kemana-mana pas difoto.




Jalanan Pandega Marta X
 Pagi, setelah hujan abu dini hari. Sekitar tanggal 30/10. Hem..Ini sekitar jam 10an gitu deh.




Pandega Marta IX

Hem.. Sama dengan diatas, cuman beda jalan aja.

Semoga Merapi tak batuk lagi =)

Quotes of D'day #5

"Aku beriman, maka aku bertanya." -Bhima Y. Adhinegara, Suhuf Edisi Pertama-

1 November 2010

Novambaaaa~~

Yay.. November!! Ayoooo... Nggak lama lagi semester 4 lohh.. Jia You Nadiyah!!

A Thing Called Lust

Hem, sebelumnya aku ngepost sampah dan akhirnya dimarahin Devi karena nggak ada klimaksnya :P
Maaf *sujudsujud*

====

Dan aku ingin menceritakan sesuatu. Entah kau akan menganggapnya sebagai sampah, atau ya~ sekedar membacanya.

Entah apa aku yang naif atau memang pikiranku nggak pernah dewasa, aku mempertanyakan kebobrokan perilaku orang. Aku mempertanyakan sampai ke akar mengapa orang melakukan sesuatu, apa latar belakang melakukan sesuatu. Aku kadang tidak percaya orang melakukan sesuatu for no reason.

Dan pembicaraan ketika nginap tempat teman membuatku eneg sekaligus... Merenung.

Aku sibuk membicarakan sesuatu yang disebut Cinta, sampai ketika cinta itu dipertanyakan.

"Aku nggak ngerti kenapa orang bisa pacaran ganti-ganti, trus bulanan dan cuman hitungan satu tangan. Hati mereka cepat banget lupa atau memang hanya mencari yang cocok?"

"Nggak tahu eh, Bun?"

"Aku ngapain sih ya kemaren sampe hampir empat tahun itu?"

"Virtual, Bun. Nggak nyata. Tahan banget?"

"Kalau virtual, kenapa bisa selama itu? Meninggalkan bekas di hati lagi."

"Ceileh, Bun. Lebay nah. Kalau nafsu sih sebentar aja tahannya."

"Trus, kalau gitu, pacaran untuk apa?"

Aku, kami, terdiam.
Virtual? Apa hanya khayalan saja? 

Pacaran katanya mencari kecocokan. Cocok?

Pembicaraan tersebut akhirnya berlanjut pada kegalauan mencari suami. Setelah prolognya adalah seorang-yang-kami-kenal-berprilaku-baik-ternyata-bejat telah melakukan blalalalbla dengan seorang-yang-tidak-kami-sangka. Hem, tidak seorang saja, disinyalir ada banyak orang yang kami kenal. Tapi temanku hanya menyebut satu.

Dan aku histeris.

CINTA = Cerita Indah Nafsu Tiada Akhir (?)

Perih. Nggak nyangka.

Teman kedua-ku berkata,

"Nad, disekelilingmu itu banyak. Tapi kamu nggak perlu tahu siapa. Cukup kamu tahu, bahwa disekelilingmu itu hal yang bernama 'Ayam Kampus' itu ada."

Aku nggak ngerti, orang mana sih yang nggak tahu kalau yang namanya free-sex itu bahaya? Dengan pendidikan yang tinggi ini, dengan teknologi canggih gini, masih nggak tahu bahaya free-sex? Untuk apa? Uang? Apa yang namanya virginitas itu tidak penting lagi?

Pertanyaan selanjutnya: apakah (1) Niat menimbulkan kesempatan, atau (2) Kesempatan menimbulkan niat?

Memang aku nggak pernah dapet cerita dari orang pertama soal kasus beginian. Aku selalu mendapatkan cerita dari orang kedua yang nggak bisa nahan beban cerita. Walaupun dia merahasiakan nama.

Bukan niat mau menjelek-jelekkan, namun aku anggap itu sebagai peringatan.

Yang jelas dunia tak seindah yang aku kira.