10 July 2013

Kali Ini

Aku melangkahkan kaki keluar dari kamar apartemen. Sepi. Jalanan masih basah karena hujan lima menit yang lalu. Aku menatap vending machine yang sekarang berada di depanku. Ku genggam erat koin di tanganku, 120 Yen.
Bisa beli jus botol gede kalau aku ke mall yang jaraknya sangat dekat dengan apartemen, tapi di vending machine cuma dapat botol paling kecil.
Ah rindu.
Ku masukkan koin ke mesin, kemudian ku pilih minuman favoritku. Klang klang! Begitu suara botol yang keluar dari mesin. Ku tatap langit, berawan. Namun suhu sekarang sangat panas. Kelembaban tinggi membuatku hanya ingin menetap dalam kamar dan menyalakan pendingin ruangan.
Adzan mana adzan?
Adzan cuma bisa di dengar dari laptop. Rekaman langsung dari Makkah atau Madinah. Tinggal pilih. Cuma kalau Shubuh alarm-nya ayam berkokok. Bukan ayam beneran, lagi-lagi rekaman suara ayam khas merk telepon genggam yang termasyur itu.
Tiba-tiba air membasahi pipiku. Bukan, bukan air mata, tapi air hujan. Baru saja lima menit lalu berhenti, sekarang hujan lagi.
Iya, aku rindu suara petasan. Aku rindu suara adzan. Aku rindu masakan mama. Aku mau dibangunkan pas sahur. Aku mau sama teman-teman, tilawah, curhat-curhatan, membahas apapun masalah kami dalam sudut pandang agama.
Saling mengingatkan.
***
Namun kemudian aku tersadar. Ketika nanti terjun ke dunia nyata, dunia setelah dunia perkuliahan, hidupmu tergantung dengan dirimu sendiri. Kamu yang mempunyai pilihan-pilihan, tetapi untuk memilih pilihan tersebut kamu sudah mempunyai buku panduan.
Tinggal kamu saja yang memilih untuk “improvisasi"  ketika memilih, atau menuruti buku panduan hidupmu itu.
:)
Semoga bulan Ramadhan kali ini membuat persiapanku menghadapi dunia semakin mantap :) Aamiin
***
Kulangkahkan kembali kakiku menuju apartemen. Kubuka pintu dan kuucapkan salam.
Rahmat bagimu..

8 July 2013

Menjelaskan 2

Part I

***
Oke, akhir-akhir ini Sangjin Oppa rajin banget tanya-tanya tentang Islam.
Sekali lagi, gara-gara bahasa Jepangku yang nggak karuan, aku pengen nangis. T^T

"Nadiyah, kamu di tahun ke-4 kan sekarang?"
"Iya."
"Balik ke Indonesia, langsung wisuda?"
"Nggak, tahun depan kayaknya. Tahun depan bulan Februari."
"Ah, begitukah. Habis wisuda, mau ngapain? Kerja?"
"Nggak. Pengennya nikah."
"Beneran?" *ekspresi terkejut*
"結婚するかもしれない" (terjemahannya kira-kira: Menikah atau nggak, nggak tahu)
"Ah, orang Indonesia habis wisuda pada nikah apa?" *1
"Nggak juga sih."
"Kalau Nadiyah mau nikah apa?"
"Ah, kalau sekarang mencari hati dulu."
"Hahahahahha.. Kalau di Islam, misalnya nih kalau Nadiyah, kalau udah jadian boleh liat rambut?"*2
"Nggak boleh. Bolehnya kalau sudah nikah."
"Sudah nikah? Koq susah sih?"
"Kan rahasia. Soalnya precious person, oppa. 소중한 사람?"
"Hem bener. Trus misalnya nih, kalau udah jadian, nggak boleh pisah gitu?"
"Ya, masih ada yang pisah sih..."
"Trus kalau nikah baru bisa lihat rambut ya?"
"Iyaps. Benar sekali."
"Ah, kenapa sih dalam Islam nggak boleh makan babi?"
*jengjeng* "......"
"Jorok ya?"
"Iya sih, tapi alasannya bukan itu aja Oppa."
"Kamu nggak tahu alasannya?"
*Jleb* "Aku tahu, tapi susah menjelaskannya..."
"Ahahhahaha. Kalau gitu belajar bahasa Korea aja sudah sana!"
"Iya deh iyaa~~"

Aku pun melenggang ke kamar. Selalu deh. :|

***
Note:
1 : Mungkin dia bilang begitu karena semester kemaren ada yang nikah pas pulang ke Indonesia.
2 : Konsep pacaran, jadian (付き合う) itu emang nggak ada di Islam. Tapi berhubung aku bingung menjelaskannya *lagilagi* ya aku bilang aja, bisa aja putus kalau pas pacaran. Bener kan?

7 July 2013

Sebentar Saja

Sebentar saja kutarik diri ini dari keramaian yang ada.

Waktu untuk sedih boleh kan?

Tapi memang ia sebaiknya tidak menggerogoti hati lebih lama.

Kemudian kubiarkan jari-jari ini mengetuk papan tombol dengan riang agar hal yang menyesak dalam hati dan pikiran, hilang.
***

Iya, aku iri.
Sudah sekitar H-2 Ramadhan, tapi gegap gempita Ramadhan tak ada. Sudah ku bilang kah bahwa masjid terdekat dari tempatku itu sekitar dua jam. Memakan waktu sekitar 2 jam untuk sampai kesana dan uang yang dikeluarkan untuk jalan pulang pergi itu bisa untuk makan 2 hari. Kembang api? Ada dong pastinya. Musim panas sih.

Untuk berpuasa disini, mungkin sekitar 16 jam. Kemudian setan menyergap dalam hati. Panas yang menyengat dan kerongkongan yang kering membuatku ketar-ketir membayangkan Ramadhan kali ini. Dasar manusia lemah emang. Tapi aku akan mencoba koq. Langkah pertama emang berat! Sudah di wanti-wanti  oleh bapak-ibu dosen, kakak angkatan, dan bahkan KUI disini untuk hati-hati jaga fisik, karena sangat berbeda dengan di Indonesia.

Terharu dengar ibu dosen bahasa Jepang yang bahkan sangat khawatir ketika mengetahui aku bakal menjalankan puasa. Kata beliau, "Nanti kalau puasa, habis dari kelas langsung pulang nyalain AC aja. Istirahat. Kalau nggak tahan jangan dipaksa. Takutnya kamu sakit ntar disini...". Belum lagi muka khawatir beliau :)

Kalau sahur, sebisa mungkin jangan makan gorengan dan mi instan. Katanya bikin cepat haus. Sebisa mungkin sayur-sayuran atau sup. Duh, bagi aku yang penyuka gorengan pasti tergoda untuk masak goreng-gorengan. Tapi demi ketahanan tubuh! Yosh!

Minta bangunin sahur? Ye kali. Sahur disini sekitaran jam 2.45 lah, soalnya Shubuh jam 3. Kemudian di rumah masih jam 2 kurang aja. Adek-adek mungkin baru pada tidur. Mama juga belum bangun pastinya. Mau Tarawih? Lagi-lagi sendirian, di kamar. Seperti shalat biasanya. Sepertinya.
***

Oh ngomong-ngomong.
Aku menuliskan ini ketika teman-teman cewek-Asia ku lagi ke Bar.
Yang tidak ikut pastinya tinggal saya.

Pesta tanpa minuman alkohol kayaknya cuma dikit banget! Seingat aku dari pesta makan-makan, yang nggak ada alkoholnya itu cuma satu. Kalau sudah mabuk, bau sake dimana-mana! Pernah suatu kali rok yang aku pakai terkena tumpahan Makgeolli (Korean rice wine), dan karena pesta baru mulai, dan aneh kalau aku tiba-tiba pulang, aku akhirnya berusaha bertahan.

Sampai dirumah, baju yang kupakai malam itu aku rendam, dan kemudian dirikupun aku tenggelamkan dalam air hangat. Pusing karena bau makgeolli dan teman-temannya.
---

Kalau saja cuaca lagi bagus tadi, pastinya saya sudah melangkahkan kaki ke museum siang tadi dan sekarang tinggal tidur dengan cantiknya, instead of writing this.

Show me the right path to be closer to you, Lord. My heart and my mind just getting further away from You. Forgive this weak human being. Aamiin.

4 July 2013

Menjelaskan

Ramadhan sebentar lagi tiba.
Tapi gaung menyambut Ramadhan tak sebesar ketika berada di Indonesia tentunya.

Aku mau cerita tentang kejadian hari ini, dan beberapa kejadian sebelumnya.
Tentang identitas.
***
Awal aku datang disini, cuma Nabe alias Watanabe yang tahu kalau misalnya yang berjilbab itu adalah seorang Muslim. Terima kasih kepada mbak Zulfa yang sebelumnya adalah language partner si Nabe. Mungkin mbak Zulfa sudah menjelaskan beberapa hal tentang Islam kepada Nabe. Jadi ketika makan bareng, si Nabe yang biasanya langsung pasang badan untuk memilihkan makanan atau menunjukkan makanan apa yang bisa dimakan olehku.

Waktu berlalu dan kemudian pertanyaan datang lagi. Kali ini pertanyaannya dobel, dari Nabe dan Sangjin Oppa. Karena Nabe yang sudah tahu duluan tentang kerudung dan soal makananku, jadi Nabe yang menjelaskan hal-hal dasar kepada Sangjin Oppa. Sampai kemudian mereka tanya:

"Lah, kami emang nggak boleh liat rambutmu ya?"
"Nggak boleh, sama sekali nggak boleh. Kecuali orang tua dan saudaraku."
"Kalau cewek?"
"Boleh." (tapi kemudian aku baru tahu kalau misalnya membuka kerudung depan wanita non-muslim pun tak boleh)
"Koq nggak boleh sih? Aku lihat ada yang lepas tuh."
"Eh? Apapun alasannya kalau kamu lihat ada orang yang makai kerudung kayak aku itu Muslim dan dia nggak boleh minum sake dan makan babi."
"Begitukah?"
"Yups."
"Padahal sake enak loh." goda mereka.
"Ah, baunya saja sudah tidak enak, menurutku"

Ada lagi yang melihat aku pake rok, baju panjang dan kerudung, kemudian bertanya.
"Nadiyah, nggak panas?"
"Nggak tuh. Kenapa?"
"Aku ngelihatnya aja gerah. Jadi kamu nggak boleh pake lengan pendek?"
"Nggak boleh kalau keluar."
"Bikini?"
"Apalagi..."
"Lah kalau berenang gimana?"
"Ada baju panjang..."
"Berat ya? Harus pake baju gini"
"Nggak lah. Aman lagi dari sengatan matahari..."
"...."

Kemudian ada yang tanya lagi tentang kerudung. Sambil narik-narik kerudungku.
"Nadiyah, ini fashion?"
"Eh bukan. Ini aturan agama."
"Agama? Agama apa?"
"Islam."
"Hem? Kamu punya warna apa aja?"
"Eh banyak sih, menyesuaikan baju...."
"Ah, fashion itu namanya..."
"*terdiam*"

Kemarin, ada lagi orang dari Vietnam, yang tanya-tanya kenapa aku pake kerudung.
"Kamu kenapa pake ini, Nad?" (sambil tunjuk kerudung)
"Ah, ini karena aku seorang Muslim"
"Muslim?"
"Iya, muslim. Islam."
"Hem? Nggak pernah dengar tuh."
"Eh?"
"Bukan Kristen?"
"Bukan."
"Jadi semua orang Indonesia pake ini?"
"Nggak, soalnya ini bukan budaya Indonesia. Dan di Indonesia juga bukan cuma orang Islam aja. Ada orang dengan agama lain..."
"Kamu nggak panas?"
"Nggak, biasa aja. Indonesia lebih panas"
"Ah begitukah. Kamu nggak boleh minum sake bukan?"
"Iya aku nggak boleh minum sake."
"Eh, temenmu bukan Islam ya?"
"Ah, temenku juga Islam."
"Kenapa dia nggak pake pakaian kayak kamu?"
"Ah itu pilihan dia."
"Jadi orang boleh milih dia pake kayak kamu atau nggak?"
"Sebenarnya ini kewajiban. Kamu tahu konsep dosa?"
"Dosa? Apa itu?"
"Surga dan Neraka?"
"Ah aku nggak tahu..."
"Begitukah? Aku susah menjelaskannya kalau begitu... Maaf ya..."
"Ah nggak apa. Aku cuma penasaran aja."

Kalau udah gitu hanya aku yang bisa mengucapkan istighfar dalam hati karena nggak bisa menjelaskan.

Dan hal menyangkut Ramadhan.

Seminggu ini aku ditanya hal yang sama.

Pertama, teman dari China, Chen Jie.
"Nadiyah, aku dengar kamu bakal nggak makan dan minum ya?"
"Maksudmu pas Ramadhan? Puasa?"
"Iya, puasa. Nggak makan dan minum sama sekali?"
"Ah, bukan nggak makan dan minum sama sekali seharian. Tapi boleh makan dan minum pada jam tertentu saja."
"Dari jam berapa sampai jam berapa?"
"Dari jam 3, sampe jam 8 malam. Sepertinya."
"Nggak boleh minum air dikit aja? Kalau haus gimana?"
"Ya ditahan."
"Berat ya?"
"Ahahahaha, kalau nggak dicoba nggak tahu."
"Jadi aku nggak boleh ngajak kamu makan?"
"Kalau kamu mau minta temenin sih oke aja."
"Kamu nggak lapar nanti?"
"Lapar pasti dong. Tapi ya kewajiban."
"Woooo... Hebat..."

Kemudian dua hari berturut-turut dari Sangjin Oppa.
"Nadiyah. Udah mau Ramadhan, bukan?" (*btw, dia melafalkan Ramadhan itu La-ma-da-n)
"Eh? Lama? Lama? Apa?"
"Ramadhan"
"Ah, Ramadhan. Iya. Loh koq tahu?"
"Iya, nggak boleh makan dan minum bukan?"
"Hem hem. Kenapa emang?"
"Ramadhan ngapain aja sih?"
"Hem, nggak boleh makan minum dari jam 3 sampai jam 8"
"Sama sekali?"
"Sama sekali."
"Kalau haus?"
"Nggak boleh minum"
"Tapi kan nggak ada yang lihat. Minum aja pas di rumah."
"Yaaa.. Nggak boleh lah...."
"Dikit aja dikit..."
"Oppaaa....."
"Jadi makannya cuma boleh dari jam 8 malam?"
"Iya. Emang kenapa?"
"Kalau lapar makan aja, Nad. Walaupun belum jam 8. Ahahahahha"
"Yaa..! Mana boleh begitu..."
"Dari kapan sampai kapan Ramadhannya?"
"Dari minggu depan sampai bulan Agustus."
"Ah begitukah..."

Kemudian berlanjut hari ini. Pulang dari kampus.
"Nadiyah, minggu depan kita makan yuk di downtown."
"Eh? Minggu depan?"
"Atau kalau nggak minggu depan, pas habis ujian aja? Gimana?"
"Tapi minggu depan dan habis tes kan ada Ramadhan.."
"Ah, aku lupa... Ah gini aja, kamu rubah tuh jam tangan kamu jadi jam 8 pas kita makan. Kan udah jam 8 boleh makan...."
"Hengg... =_=" Oppaa~~"
"Yah trus gimana?"
"Nggak tahu deh..."
"Cowok juga harus puasa ya?"
"Iya harus puasa. Malah nggak boleh kalau nggak. Cewek sih boleh nggak puasa..."
"Eh? Ya kamu nggak puasa aja gitu pas kita jalan."
"Eh? Bukan gitu. Karena... Karena cewek ada yang datang setiap bulan..." (iya, aku pake kata kiasan)
"Hah? Siapa?"
"Hemmmm.... Itu, pokoknya karena kami cewek dah!"
"Aaaah... Ngerti, ngerti."
"Nah, pada saat itu kalau cewek nggak apa nggak puasa..."
"Trus kalau anak-anak boleh puasa nggak?"
"Boleh banget kalau kuat."
"Dari umur berapa? SD?"
"Iya. Sekitar 7 tahun. Tapi kasus adek-adek Nad, mereka dari umur 5 tahun udah puasa"
"Ah, begitukah."
"Berarti keluargamu juga?"
"Iya dong. Semuanya."
"Trus kalau ibumu rasain makanan yang dibuat untuk adik-adikmu gimana?"
"Ah benar! Kalau cuma di lidah sih boleh. Tapi nggak boleh nelan."
"Untung lah. Nanti kalau misalnya rasa makanannya nggak enak gimana? ehehehhe"
"Yah, untungnya"
"Berarti kalau mulutmu kering boleh kumur-kumur dong?"
"Boleh sih. Gosok gigi kan harus kumur-kumur..."
"Kamu berarti ibadah gitu dong Nad?" *sambil meragain gaya sujud*
"Iya. Lima kali sehari."
"Koq banyak?"
"Emang segitu."
"Kapan aja?"
"Jam 3 pagi, jam 12 siang, jam 4 sore, jam 7.30 malam, jam 9 malam. Sekitaran itu."
"Lah kalau misalnya ada kelas, kamu izin?"
"Eh? Lebih banyak di kamar sih beribadahnya."
"Kenapa nggak minta izin ke Sensei, bilang ke kamar mandi gitu?"

Sampai di sini aku ngerasa "jleb" banget. Jujur aku lebih banyak untuk menggabung shalatku. Jadi futur alias lemah. Aku jadi teringat cerita tentang Miko, mahasiswa asing di FEB yang memutuskan untuk masuk Islam. Mas Bhima bilang dia bela-belain keluar kelas pas adzan berkumandang. Padahal biasanya nggak boleh keluar kelas. Shalat pun harus tunggu kelas selesai, yang notabene setengah jam sesudah adzan. Mas Bhima pernah di skak-mat: "Kamu kan tahu kalau misalnya shalat itu harus tepat waktu. Kamu kenapa pas adzan nggak keluar? Shalat kan lebih penting daripada belajar? Kamu lebih takut sama dosen yang notabene manusia?"

"Ah, iya. Bisa juga ya?"
"Baka.... Bilang ke Sensei kan bisa.."
"Iya, dicoba deh.."

Biasanya sih aku nggak terima dibilang baka. Tapi kali ini aku terima. T^T

"Emang di Indonesia, kalau pas kelas gimana? Izin?"
"Nggak sih, tunggu kelas selesai..."
"Yah ini kan di Jepang. Coba aja ntar izin ke Sensei kalau mau ibadah."
"Hem...." *speechless*
"Di Indonesia ada teman Nadiyah yang agama lain juga kan?"
"Iya."
"Trus kalau mereka makan, nggak godain Nadiyah?"
"Ya, godain juga sih."
"Kayak gini, 'Nadiyah, es krimnya enak looohh' *sambil meragain orang minum es krim*"
"Ada, pastinya..."
"Semangat ya Ramadhannya. Ntar aku kalau makan godain boleh ya?"
"Hem.. Ada setan kayaknya..."
"Ahahahahhaha... Canda, canda..."

***
Kalau speechless, aku bisa berdoa, semoga aku bisa lebih lancar bahasa Jepang.
Cuma bisa merutuk dalam hati kalau nggak bisa menjelaskan.

Tapi sebisa mungkin aku akan menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti. :3

T^T