Buah bolok kuranji papan
Dimakan mabok dibuang sayang
Busu embok etam kumpulkan
Rumah-rumah jabo etam lestarikan
Buah salak muda diperam
Dimakan kelat dibuang sayang
Spupu deng sanak etam kumpulkan
Untuk menyambut wisatawan
Reff:
Buah terong digangan nyaman
Jukut blanak tulung panggangkan
Museum tenggarong Mulawarman
Yo deng sanak etam kerangahkan
Buah bolok kuranji papan
Dimakan mabok dibuang sayang
Kroan kanak sekampongan
Etam begantar bejepenan
Cause my daily life is not exactly the same as theirs. It's my story!
6 May 2011
3 May 2011
Titihati
tiktoktiktok
nyanyian si jarum detik yang tak henti berdetak
kehidupan berjalan dan kau
seenaknya saja
Bila tak tahu kapanpun waktu menjawab
Waktu yang membawaku iri dalam kata
Yang hanya kusimpan dalam hati
Taktaktak
Tak akan aku mengelak dari perasaan ini
Aku hanya diam
Tiktoktiktok
Hanya waktu menyaksikan segala iri tertanam di benak
Subur, tumbuh berurat dan berakar
:menunggu saat tepat untuk dipuaskan
nyanyian si jarum detik yang tak henti berdetak
kehidupan berjalan dan kau
seenaknya saja
Bila tak tahu kapanpun waktu menjawab
Waktu yang membawaku iri dalam kata
Yang hanya kusimpan dalam hati
Taktaktak
Tak akan aku mengelak dari perasaan ini
Aku hanya diam
Tiktoktiktok
Hanya waktu menyaksikan segala iri tertanam di benak
Subur, tumbuh berurat dan berakar
:menunggu saat tepat untuk dipuaskan
2 May 2011
Glance on The Sky #1 (Adisutjipto-Sepinggan)
I've spent my weekend in Balikpapan.
So what?
Dalam masa yang sangat sempit aku disuruh pulang oleh orang tua. Kamis malam dari Jogja, secepat kilat diantar Ushi-chi, kemudian tancap ke Sepinggan. Weeell done.
Sempat kecewa ternyata penerbangan ditunda sekitar 45menit dari rencana keberangkatan 5.05 pm, jadi sekitar jam 5.50 pm WIB. Menggerutu? Ya, karena aku meninggalkan banyak tugas. Financial Management, Business Law. Maaf ya kawans.
Kepulanganku di masa-masa yang, sangat, sempit ini menimbulkan beberapa kekacauan dan simpang siur berita *hadeh*. Udah 5 orang yang bilang kalau aku bakalan dinikahin. Gerr~ Ternyata aku pulang, baru dikasih tahu, tujuannya cuman satu: vaksin meningitis. Oke, ternyata ada rencana untuk menginjakkan kaki di luar. Alhamdulillah. Insya Allah resolusi tahun 2011 ini tercapai :D Sip.
Oke, itu hanya basa basi basi. Yang ingin kuceritakan sebenarnya adalah: berbicara tanpa mengenal lawan bicaramu di bandar udara, dan, pesawat.
Aku bukanlah orang yang dapat berbicara secara lancar, bukan pula orang yang bisa berbicara secara runtut. Kejadian dimulai pada saat aku memutuskan untuk makan di KFC Adisutjipto sambil menunggu datangnya pesawat. Karena tempat untuk makan sempit, akhirnya aku duduk bersama seorang, hem, ibu atau mbak ya? Dia memulai percakapan:
"Mau pulang, Mbak?"
"Iya, Bu."
Mulai dari percakapan sederhana itu meneliti sifat. Dia bercerita bahwa dia adalah seorang peneliti (sesuai dengan gaya bicaranya, misterius. Menurutku peneliti terkadang introvert dan menyusun jelas perkataannya, ilmiah). Sorot matanya menyiratkan bahwa dia lelah, namun ketika kutawarkan bantuan untuk mengurangi beban yang ia bawa, ia memandangku. Aneh. Dia berjalan cepat seolah aku tidak pernah berbicara dengan dia. Di bandara, percakapan basa-basi itu beberapa kali kualami. Apakah memang itu adalah cara untuk sekedar menghilangkan kebosanan? Atau hanya untuk mengisi waktu?
Aku berpisah dengan ibu itu ketika petugas keamanan bandara mencegatku. Hahahay. Yeah, I mean for security inspection. Aku baru saja mengambil buku dari meja ketika si Satpam langsung menyambar buku tebalku. Aku baru saja ingin bertanya mengapa bukuku direbut begitu saja, sampai beberapa saat kemudian aku tersadar, penampilanku seperti orang membawa bom untuk bunuh diri: tas punggung padat, buku tebal. Aku rasa petugas itu berharap aku akan menyimpan bom buku, mungkin?
Setelah lewat dua lapis pemeriksaan, aku langsung menuju WC untuk menuntaskan panggilan alam. Lanjut ke Periplus. My God, aku menghabiskan uang tabunganku :(
Aku suka suasana bandara. Berbagai macam wajah tampak.
***
Dalam pesawat Batavia, Jogja-Balikpapan, aku tenggelam di dalam novel N.H Dini. Sudah lama setelah Argentuil, baru kemudian ada novel lagi. Aku berasyik-masyuk dengan novel, sampai ketika makanan datang (hey, I always wait for this session, eat while at the sky!) Aku memutuskan untuk mengistirahatkan mata dan memakan roti yang disuguhkan.
Dan Ibu di sebelahku menyapa.
"Mau ke Balikpapan, Mbak?"
"Iya, Bu."
"Kuliah di mana?"
"U-Ge-Em, Bu."
"Oh, anak saya juga di UGM."
Aku sempat berpikir sejenak. Seingatku aku sudah menjawab pertanyaan itu berkali-kali selama empat semester ini. Dan beban itu tidak berkurang, malah bertambah berat. Memang ada kebanggaan ketika menyandang status sebagai mahasiswa kampus kerakyatan, apalagi fakultas kereta api (Ekonomi n Bisnis :P *peace*) Kadang aku takut ditanya, Mbak, korupsinya kapan selesai? Atau Mbak, berarti mbak tahu dong cara menyelesaikan permasalahan ekonomi di negeri ini? Mbak Neo-liberalisme itu apa sih? Hahah~ *miris*
Tapi percakapan bandara adalah percakapan tentang pencapaian diri. Dibalik kata terucap kemudian tersirat sebuah kebanggaan tentang identitas. Percakapan itu tidaklah membahas secara terang-terangan tentang pekerjaan ibu itu, berapa anaknya, apa yang anaknya kerjakan, pencapaiannya. Namun hanya mengucapkan kalimat tertentu, aku sudah mengerti arah percakapan ini. Satu jurus ketika ada orang yang berbicara dan agak meninggi: diam. Aku mendapat banyak pelajaran sih, khususnya dari teknik berbicara. Bagaimana menyelipkan sesuatu tersirat, bahwa kita juga tidak kalah. :D
to be continued
Subscribe to:
Posts (Atom)