26 July 2011

Indonesia

Finally, one flight left... For this busy month.

This is what they say travelling :)
Palembang-Jakarta-Jogja-Balikpapan. Weell, not all of Indonesia, but someday I will go around Indonesia. Amin. :)

Anyone would buy me a ticket to eastern side of Indonesia? :D

20 July 2011

Part Three: Days @ Madinah Al-Munawwaroh

29 June 2011, 5.45an KSA time.

Bis berhenti sebentar untuk makan. Yay, makanan pertamaku selama di darat. Yummy! Ayam bakar, sambel tempe dan-sepertinya-teri-teri-gimana-gitu, sambel dan pisang :9 Ku lahap makanan itu sampai hanya bersisa pisang dan sambel tempe dsttgg itu. Aku tak memakannya karena ada ternyata juga bercampur kacang yang tak bisa ku kunyah.

Oke, sepertinya cerita ini hanya berkisar ke makan-makan saja. Namun itulah, ditenangkan dengan makanan.

Selesai makan, aku meminta si kakak untuk membuat video pertama. Cukup norak. Muka kucel, kerudung tak berbentuk lagi, dan penerangan seadanya, membuatku tampak seperti hantu yang sedang syuting. Suhu di dalam cukup dingin, 14º C, berbeda drastis dengan suhu di luar yang mencapai ± 35º C. Sepanjang perjalanan di waktu menuju maghrib, aku buka gorden yang menutupi jendela dan mulai lagi merekam semua pemandangan. Setir di kiri membuat mobil-mobil yang berjalan di kananku cukup ramai (ya iyalah..) Cukup mengezutkan karena di gurun nan panas ini terdapat banyak taman bermain dengan lampu yang sangat terang.
Si Kakak bilang: “Iya Ce’ Inez. Kalau di Arab ini malamnya kayak siang…”
Aku : “Kalau siangnya?”
Si Kakak : “Ya sudah, siang aja. Gimana sih?”

Toeng.

Menghabiskan perjalanan menunggu Maghrib? Aku tidur lagi :D

Emang waktunya tidur koq kalau di Indonesia *ngeles*

Sekitar satu jam perjalanan lagi, kami singgah untuk shalat maghrib. Shalat maghrib sekitar jam 7 pm KSA. Kalau di Indonesia, pertengahan jalan antar-kota biasanya dipenuhi dengan rumah makan, tapi kalau di Arab sini lain. Pertengahan jalan biasanya hanya pom bensin atau masjid. Lumayan sih besarnya, namun tempat wudhu’nya itu loh. Ampun deh baunya. Mungkin jarang ada yang membersihkan. Tapi ketika masuk tempat wudhu’ aku merasakan déjà vu. Tempat wudhu’ yang ada tempat duduknya, tempat sampah dan kaca yang ada tepat di ujung pintu masuk.

Mungkin hanya perasaanku saja lah.

Ku lepaskan sepatu dan kaus kakiku. Ku buka keran air dan kubasuh kakiku. Subhanallah. Segar. Sebelum ambil air wudhu’, aku mendengar percakapan dalam bahasa Turki. Mengapa aku tahu bahasa Turki bukan bahasa Arab? Karena tak satu pun kata dalam bahasa itu yang aku mengerti. Kalau bahasa Arab sedikit-sedikit tahu lah :P Tapi kenapa milih bahasa Turki, bukan China atau Rusia? Suka-suka dong.

Selesai wudhu’, aku dan kakak mencari masjidnya. Ada tulisan dan panah. Sebentar. Ro Zai Lam. Rizal. Laki-laki. Bah, mana dia? Ku kelilingi lagi masjid itu sambil mengingat-ingat. Perempuan bahasa Arabnya apa yak? Ku lihat banyak perempuan masuk di suatu tempat. Udah hampir nyampe, eh, kenapa pula ada laki-laki gendong anak masuk? Putar sekali, dua kali, masih aja Rizal yang ketemu.

Akhirnya kuputuskan untuk bertanya pada pemimpin rombongan.

“Lurus ke kiri, ke kiri lagi.”

Masya Allah. Udah dua kali aku keliling, masa iya sih nggak ke baca petunjuk selain “Rizal”? Ku ulangi sekali lagi pencarianku. Ketika ada banyak perempuan yang keluar, kuperhatikan, ternyata ada satu tanda yang terlewat. Ku baca: nun ya sin alif. Nisaa. Alamak. =,=’ . Kakak hanya menatapku dengan tatapan capek-deh.

Shalat jamak Maghrib dan Isya.

Banyak tulisan di dinding. Kible (Turki), Kaf ba lam ta (baca: Kiblat), dan beberapa coretan lain. Iseng ku perhatikan, apa ada tulisan Kiblat yak dalam huruf latin :D Tapi nggak ada Alhamdulillah.

Lalu aku pun menarik kesimpulan. Jama’ah Indonesia itu khusyuk dalam beribadah #halah Tapi ada kesimpulan lain lagi: jama’ahnya banyak yang tua dan nggak bawa pensil. Nggak sempet nulis. *digebukin*

Kembali ke bis dan… tidur lagi.
Nggak terasa sudah nyampe aja bis di Hotel Mövenpick-Madinah. Jam menunjukkan hampir tengah malam waktu Saudi Arabia. Hampir berganti hari. Mutawwib-nya sibuk mengurusi kunci hotel. Kami pun menunggu dengan sabar. Yap, kamar 9009. Lantai Sembilan. Waw, selama ini paling tinggi aku cuman di lantai 8. Kini di lantai 9. Papa, Mama, Abang di 9005.
Masuk di kamar, aku langsung menuju jendela. Subhanallah… Langsung pemandangan Masjid Nabawi. Setelah puas melihat, aku menuju kamar mandi. Yap, selain makanan hotel, aku pun menilai hotel tersebut dari kamar mandinya :D Kalau bagus, pastilah hotelnya juga bagus. Aku pun membersihkan diri dan bersiap untuk istirahat sebentar sebelum adzan Shubuh pertama berkumandang. Adzan pertama? Yap, karena ada juga adzan ke dua. Adzan pertama tanpa lafadz “Asshalatu khoirum minan naum.” (Lebih baik mendirikan shalat daripada tidur), merupakan adzan pembangun (menurutku). Kemudian adzan ke-dua yang merupakan panggilan shalat. :)

Aku tidur di samping Oma.

Menunggu Shubuh pertamaku :)

19 July 2011

Part Two : Leaving on A Jet Plane

Esoknya ke Bandara sekitar jam 10 dan take-off sekitar jam 11.30. Tempat duduk kami sekeluarga terpencar dan akhirnya aku harus berganti tempat duduk dengan mama, di 59B. Boeing 737-800 siap membawa kami melintasi 4 jam perbedaan waktu. Cukup menegangkan bagiku yang pertama kali melintasi lebih dari 1 jam perbedaan waktu, apalagi ini menuju tanah suci. Kubayangkan setelah pulang ini aku dapat mencoret satu lagi resolusi tahun 2010 yang berlaku dua tahun: pergi ke luar negeri. Kuperhatikan sekeliling, penumpang pesawat sibuk mengatur travel bag mereka.

Ohya, di sebelah kiri-ku duduk seorang bapak dari travel lain yang juga akan berangkat umrah, sedang di di sebelah kananku duduk seorang gadis cantik yang baru saja lulus SMA, Sausan Rasmiyyah. Aku kaget karena duduk di dekat orang yang namanya sama dengan salah satu adik kembarku. Jam-jam pertama kami habiskan dengan saling bertanya pertanyaan klise, sampai tidak ada obrolan lagi kemudian aku pun jatuh tertidur.

Sekitar hampir satu jam aku tertidur sampai aku mendengar para pramugara dan pramugari mendorong gerobak (?) makannya :D Di pesawat makanan yang disediakan cukup lengkap, dari pembuka sampai penutup :9 Dua kali makan. :D

Selesai makan anganku melayang pada panas terik di Arab Saudi. Pada saat manasik kemarin seorang ustadz berkata bahwa suhu di sana pada saat musim panas seperti ini mencapai 50 derajat celcius. Tidak dapat aku bayangkan bagaimana Rasulullah dan para shahabat tinggal di Negara itu, melintasi kota-kota dengan unta sedangkan matahari bersinar kejam. Juga bagaimana perasaan nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar. Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya tercinta di tengah gurun pasir tak berpenghuni; Siti Hajar yang mengelilingi Shafa dan Marwah mencari air untuk anaknya yang tengah kehausan.

Aku pun tertidur lagi (ngantuk euy)

Jam tanganku menunjukkan pukul 7.30 WIB ketika pilot mengumumkan bahwa sebentar lagi akan mendarat di terminal haji King Abdul Aziz. Hatiku deg-degan. Ku lihat layar besar yang terpampang bahwa waktu di posisi geografis sekarang adalah 3.30 (KSA time). Dengan izin penumpang yang berada di sebelah kiriku, aku melihat pemandangan dari jendela pesawat. Kuning. Sangat sedikit warna hijau yang terlihat. Sayang, jendelanya nggak bisa dibuka. Kalau bisa kan seru. *ngarut*

Waktu landing, di layar televisi pesawat menayangkan keadaan landasan pacu. Wah, ternyata banyak tambalannya. Karena banyak tambalannya, burung besi yang kunaiki itu pun akhirnya bergetar-getar saat landing. Capek deh, kenapa sih nggak di-mulus-in aja landasannya? Padahal minyak berliter-liter tapi memperbaiki landasan pacu aja susah. Itu pikirku pertama kali. Kemudian, muncul pikiran: pesawat yang turun aja segambreng, kapan bisa selesai kalau diperbaiki. Belum lagi ukuran pesawatnya. Belum lagi TKI yang datang (?)

Pada saat neksi (alias taxi alias jalan lambat habis pesawat ngerem itu loh) jantungku seakan ingin loncat dari tempatnya. Nggak tahu deh kenapa. Aku lihat ke luar, sebelah kiriku, pohon-pohon melambai, seakan mengucapkan selamat datang. Tak lama pesawat pun berhenti dengan sempurna. Ini dia, tapak pertamaku.

Pintu keluar pesawatpun terlihat, dan saat keluar, wuzzz… Angin kering menerpa wajahku. Puanase. Aku pun tersadar: tidak ada belalai untuk masuk langsung ke dalam airport. Huweh. Ku angkat travel bag yang sangat “ringan” itu, karena tidak bisa digeret. Angin kering tidak berhenti membelai wajah. Benar-benar kering sampai-sampai keringat pun tidak berani keluar. Aku datang!

Anak tangga terakhir pun kupijak. Kaki kanan kudahulukan.

Bismillah.

Labbaikkallah humma labbaik :)

...

Semua jama’ah masuk ke kantor imigrasi. Nah, patut diketahui para pekerja di semua instansi di Arab ini adalah laki-laki. Tidak ada perempuan. Kecuali memang diperlukan, seperti pemeriksa keamanan. Dan ruangannya pun tertutup. Aman deh kalau untuk perempuan disini (insya Allah). Di sela-sela pemeriksaan paspor, bapakku bercerita bahwa itulah (semua pekerja adalah laki-laki) yang ideal. Karena sesungguhnya adalah kewajiban para lelaki untuk bekerja, di luar. Sedangkan para perempuan berkewajiban dan seharusnya berdiam di rumah. Diam bukan tidak mengerjakan apa-apa, tetapi maksudnya di sini tidak keluar rumah. Aku pun tergelitik bertanya, di Indonesia malah perempuannya yang bekerja dan menjadi pahlawan devisa.

“Itulah nak mengapa agama itu dipelajari dengan benar. Seharusnya, kalau mau mengirim TKI, ya yang laki-laki, supaya nggak terjadi kisah-kisah sedih itu. Sudah ada bagiannya masing-masing, laki-laki ya bekerja, perempuan ya di rumah. Jika perempuan bekerja dan membantu rumah tangga, maka itu adalah sedekah baginya dan suami tidak berhak sedikitpun pada uang itu. Belajarlah agama baik-baik, Nak. Supaya kau tahu mana benar mana salah..”

Kalau laki-laki yang dikirim menjadi TKI, bakal nggak ada tuh ceritanya pemerkosaan atau pekerjaan lelet. Selain itu lelaki juga tidak mengalami menstruasi dan setidaknya bisa membela diri lebih baik daripada perempuan ketika hak-hak-nya dilanggar.

BTW, dilarang senyum sama lelaki di Arab. Di negeri asalku yang terbiasa beramah-tamah ini, senyum adalah suatu keharusan (seharusnya). Namun, berbeda di Arab, senyum wanita adalah godaan. Salah senyum ujung-ujungnya ntar diminta nikah tuh. Ada suatu kejadian, seorang jama’ah dari Indonesia, ya berbaju agak ketat, sedang diperiksa di bagian imigrasi. Karena budaya tersenyum inilah, akhirnya dia melemparkan segaris senyum kepada petugas imigrasi. Eh, tiba-tiba paspornya ditahan. Akhirnya petugas travel pun datang mengurusi. Masalah terbongkar: Dia ingin menikahi wanita yang tersenyum kepada dia. Setelah dijelaskan, baru deh ngertos.

Jadilah selama di Arab aku menyimpan nasihat itu baik-baik.

Tapi Alhamdulillah Allah swt. memberikanku sariawan di ujung-ujung bibir yang berakibat: susah senyum selama 10 hari.
Keluar dari Bandar udara, kuperhatikan sekelilingku. Kurekam semua pemandangan. Ku hentakkan tiga kali kakiku ke tanah. Aku ingin kembali lagi. Ku lihat jam tanganku. 8.10 WIB, 4.10 KSA time.

Dan ini saatnya melanjutkan perjalanan ke Madinah :)

Part One : There's A Place Called Hotel

Part One : There’s A Place Called Hotel
Entah mengapa aku selalu girang kalau udah tidur di hotel. Bantal lebih empuk, makanan yang –yaa lumayan- enak, dan orang-orang yang tidak ku ketahui yang berseliweran.

Sekitar jam 11 wita terbang dari Balikpapan menuju Jakarta, menggunakan Garuda. Dua jam perjalanan aku habiskan dengan menonton Just for Laugh (acara komedi gitu dari Kanada) sampai perut keram menahan tawa. Waks. Ohya, nggak lupa senyumku yang terlebar ketika makanan datang. Selalu, makanan dari pesawat juga selalu aku tunggu. Norak? Iya. Walaupun porsi kecil, tapi kan jarang-jarang dapat makanan dari pesawat *nggak mau kalah *

Dari bandara, langsung ke Senayan, tempat grup berkumpul untuk melaksanakan, yang mereka bilang, manasik umrah. Nah, dasar orang kampungan, diriku selalu menunggu yang namanya makanan hotel. Sambil menunggu di meja aku membaca bundelan dari travel yang berisikan nama-nama calon umroh. Satu meja diisi oleh 7 orang; oma, mama, aku, dua adikku kembar itu, abang dan papa. Aku memandangi sekeliling: dimana yak meja prasmanan untuk makan? Cacing di perutku udah demo menuntut bahan bakar untuk kelangsungan hidup mereka (cacingan, eh?)

Setelah melihat titik tempat orang berkumpul untuk makan, diriku pun ikut mengantri dan masih menyapu pandangan ke Ballrom hotel Century yang cukup gede. Hemm.. Apa ada orang yang aku kenal ya? Siapa tahu aku bisa bertandang ke kamar dia kalau aku bosan. Eh, koq ada Trans TV yak? Wah mau masuk tivi neh *dandan*

Ternyata aku cukup lama menyapu pandang, sampai mama harus mendorongku untuk maju mengambil nasi. Hem.. Nasi, ayam kecap, cap cay, dan, kerupuk udang. Dessert: pudding coklat/vanilla dengan fla dan buah-buahan potong. Yummy. Nggak selalu kan makan lengkap dengan dessert :9 Acara makan sembari mendengarkan pengumuman-pengumuman berlangsung dengan tentram sampai mama mencolekku dan bilang : “Nez, ada Ian Kasela”. Hah? Aku langsung melihat ke arah mama menyuruhku melihat. Wew, masih aja dengan kacamatanya. Lagu Cinderella langsung bermain di kepalaku.

Pantesan ada Trans TV, ternyata mau shooting Ian Kasela, bukan aku dan keluargaku. *Plaak!*
Habis Maghrib baru manasik umrah selesai.

Aku sekamar dengan Kakak.

Mataku langsung mencari daftar makan-di-kamar oleh hotel dan… Makan lagi :))
Maklum, makan udah hobi~

Dengan persetujuan Pemerintah (baca: papa) dan Menteri Keuangan (baca: mama), bergembiralah para rakyat jelata (baca: aku, ketiga adikku) karena dibolehkan untuk memesan makanan biasa yang tergolong mahal itu. Jelas, karena dimasak oleh seorang koki. Rupiahnya tidak usah dijelaskan karena makanan yang dimakan 1 kali itu harganya sama dengan tiga kali makan dikali 15 hari makan, di Jogja, buatku, sampai perut kenyang. Oma yang sudah tidur itu pun terbangun gara-gara kami sibuk menentukan makanan apa yang kan dimakan. Akhirnya pilihan jatuh kepada gado-gado dan ayam kremes.

Puas makan, kami tidur dengan muka bahagia :D Perut kenyang hati senang :D

Persiapan esok ke Jeddah :D

To be continued

18 July 2011

From Saudi Arabia with Love

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin :D
Senangnya bisa kembali menulis untuk blog yang using ditinggal sang pemilik *bersihkan sarang laba-laba*
Beberapa postingan ke depan nad akan menulis pengalaman ketika umrah ke tanah suci. Alhamdulillah, nad bisa menginjakkan kaki dan menapaktilas perjalanan Rasulullah tercinta :)
Sekitar total 9 hari berada di sana, tentu banyak sekali yang bisa diceritakan.
Tapi gara-gara dua catatan lengkap nad nggak tahu dimana juntrungannya (satu hilang, satu tertinggal di Madinah T-T)
Rute penerbangan kali ini:
Sepinggan - Soetta – King Abdul Aziz PP
Rute Darat:
Jeddah – Madinah – Makkah – Jeddah
Tunggu postingan selanjutnya yak :D