31 August 2011

Just A Broken Heart


After calling me last nite.
Entah apa kau akan membacanya atau tidak.
Selalu, ketika aku kira aku berhasil, kau datang dan memporak-porandakan semua yang susah payah aku bangun, susah payah aku sembuhkan dengan linangan air mata yang sengaja aku tahan demi menumbuhkan kekuatan dalam diriku. Mengangkat dagu dan bertingkah seolah pongah hanya untuk menutupi ketidakberdayaanku untuk menghadapimu, melupakanmu.
Kau, kelemahan terbesarku. Aku tak bisa tak luluh ketika mendengar suaramu, tawamu. Persamaan kita berdua. Aku benci malam itu aku makan mie ayam, begitu pun juga kau berkata. Seakan kau tahu apa yang aku lakukan, aku rasakan dan sebenarnya aku memanggil namamu, dalam khayalku. Aku memasang kamera, dihatimu. Itu yang pernah kau katakan kepadaku. Aku tak suka dengan manisnya ucapanmu. Aku tak suka karena aku suka itu. Aku benci ketika aku harus berkompromi dengan hatiku bahwa aku ingin sekali bertemu denganmu. Tapi logika berjalan dan mengatakan aku akan hancur kalau aku melakukan itu. Saatnya belum tepat.
Aku yakin, kau yang kutemui dan aku kenal bukanlah dirimu yang sekarang. Biarlah aku hidup dengan pelan-pelan men-sugesti otakku agar mengaburkan seluruh memori tentangmu. Memformat ulang ingatan empat tahun kebelakang dan hanya mengambil pelajarannya. Sudah ku katakan bukan tidak ada yang sia-sia di dunia? Ya, bertemu denganmu membuatku belajar agar hanya memberikan sayang kepada orang yang benar-benar serius denganku.
Ku teguhkan pendirianku. Aku tak mau lagi menyembah cintamu. Hidup berjalan dan kau hanyalah bab ke sekian dari buku hidupku.
Jika dia kembali menjadi pemain dalam bab selanjutnya, Tuhan, tolong pastikan aku sudah kuat menghadapinya. Bukan seorang aku yang emosional, temperamental dan masih terluka karena cinta. Karena cinta, tak seharusnya melukai.
If  Love were Mathematics
Then a lover will multiply happiness to infinite
Divide sadness until negligible
Add conviction until intacted
Less the doubt until depleted

25 August 2011

Feel Free to Say

Been over years eh? Not to blog anything in this.

Love this Ramadhan very much. I can cook as often as I want, a thing I can't do at my lodging house. No spices, no tools, and no one to taste are the reason I even rare to touch the gas stove. But in here, just lovely. Have abang to taste and two sisters who always hungry yet excited to taste :9

***

Ah, also this Ramadhan, my Grandma passed away.

Miss you, miss you so bad
And I dont forget you,
Oh it's so sad
-Slipped Away, Avril Lavigne-

***

Ramadhan kali ini, ah, dan mungkin juga liburan kali ini adalah tentang cinta. Bukan tentang cinta antara dua sejoli, terasa sempit sekali jika menghubungkan cinta dengan perasaan antara dua sejoli. Hanya lebih dari itu. Belajar bagaimana cinta diejawantahkan sebagai laku menghormati dan menjaga orangtua ketika mereka sudah tak mempu lagi untuk mengurusi mereka sendiri, mundur ke tahap tidak bisa berdiri, bahkan duduk untuk makan. Rasa cinta yang membiarkan badan menjadi alas agar orang tua tersayang tidak merasa dingin karena menginjak kakinya ke lantai. Rasa cinta yang membiarkan janin kecil yang belum ditiupkan ruh luruh dari rahim dengan penuh keihklasan. Rasa cinta yang dituturkan melalui kata-kata lembut, penjagaan agar hati yang dicintai merasa senang dan tak luka. Rasa cinta berbalutkan sabar. Rasa cinta yang membuat hati seseorang tak lena dan akhirnya bangun pada malam hari dan mendengarkan seseorang yang dirundung duka bercerita. Rasa cinta yang akhirnya membiarkan seseorang pergi, ketika waktunya.

Indah. Tanpa paksaan.

Terluka karena cinta, menurutku, karena sesuatu tidaklah tepat. Tidak tepat waktu, tidak tepat tempat dan orangnya.

***

Cinta, hah~
Soal lawan jenis nih ye, ada yang dicaci maki pacarnya padahal udah dua-setengah tahun pacaran, ada yang nembak  dan gagal, ada yang mundur duluan, ada yang disuruh muji-muji pacarnya, ada yang PDKT, ada yang betah jomblo, ada yang pacarannya ampe bulukan, ada yang putus, ada yang nyambung, ada yang cemburu. Komplit.

Sebenarnya nggak tahu mau nulis tentang apa dan akan menjurus kemana tulisan ini. Hanya ingin memainkan jari-jari. Meluapkan rasa.

***
Engkau yang sedang terluka oleh duri cinta,

Cinta itu seperti mawar, 
yang bukan mawar jika ia tak berduri, 
dan bukan cinta jika ia tak mengenalkanmu 
kepada kepedihan.

Cinta itu tak harus buruk untuk memedihkan hati, 
karena bahkan keindahan dari kerinduan dalam cinta pun – 
pilunya tak tertandingi oleh setajam-tajamnya sembilu.
-Mario Teguh


1 August 2011

Part Four : Truth or...


Day 2, June 30th 2011
Shubuh, 2.30 am KSA
Kriiiinggg…!
Telepon kamar berbunyi.
“Hmm?”
“Ayo siap-siap. Papa udah mandi nih.” Sahut suara di seberang sana.
“Ya…” Aku pun menutup telepon. Dengan mata setengah tertutup aku menyuruh dua adikku untuk bangun dan mandi. Ampun deh, kalau mereka berdua mandi lama banget. Jadinya aku suruh duluan.
Belum rela melepaskan kepala dari bantal.
Capek sih, tapi tetep aja rasa capek itu dikalahkan oleh rasa ingin ke masjid, berbaur dengan orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Well, selain keluargaku maksudnya. Tubuhku mendapat 30 menit tambahan untuk tidur ayam, setelah itu giliranku untuk mandi. Niatku, menggosok gigi dengan air hangat. Setengah terpejam diriku menarik keran ke atas. Yeah, kemalasanku itu ditegur secara langsung oleh Allah: keran yang kutarik ternyata mengarah ke air panas. Karena sempat memejamkan mata, aku tak tahu air meluber. Sip, tangan terbakar. Mataku langsung melek.
Mandi.
Berganti kerudung, jilbab.
Ke kamar papa dan berbarengan keluar hotel dengan abang yang masih terkantuk-kantuk. Gemas rasanya melihat adik lelaki satu-satunya itu. Wajahnya persis denganku, dan badannya, montok berisi. Kalau melihat sifatnya, aku sendiri kadang malu. Dia punya hati besar untuk memaafkan, namun tidak mau kalah :D Trus, kalau dirasanya orang itu ganggu hanya sekedar untuk buat jahil aja, atau nggak ada kepentingan, Masya Allah cueknya :D Kagum dia bisa milih mana yang penting atau nggak. Peka banget lagi ama keadaan, dewasa deh dari aku.
Seneng rasanya kalau minta peluk ama dia, dikasih pelukan hangat.
Tanpa pamrih.
Well, sembari memikirkan hal itu aku turun dengan lift. Sebelum keluar hotel, sekilas aku melihat sesuatu di jalan sebelah kanan. Teroreeett: The Body Shop! Aha! Alhamdulillah akhirnya bisa membeli lipbalm. Bibirku kering kerontang, sariawan tambah parah. Yah, mungkin ntar Dzuhur baru minta deh ama bapak nan ganteng rupawan :)
Shubuh jam 4.04 dan sekarang masih jam 3.00.
Berjalan kaki bersama keluarga, ke masjid. Jarang-jarang sih selain tarawih, sholat Id Al-Adha ama Id Al-Fitri. *miris* Abang dan Papa berjalan ke pintu masuk laki-laki, dan aku hanya menatap punggung mereka berdua. Papa memegang tangan abang dan muncul pernyataan di benakku, aku dulu juga begitu :)
Aku, si Kembar, Mama dan oma masuk di pintu 16, kalau nggak salah pintu Umar bin Khatthab, CMIIW :D Diperiksa-periksa tuh ama polisi wanitanya. Eniwei, nggak boleh bawa handphone berkamera dan kamera disini. See, sebenernya yang nggak boleh difoto disana adalah makhluk hidup, tapi kalau arsitektur masjid sih nggak apa. Kalau ketahuan bawa kamera ya akan diambil sama polisinya. Yang bawa uang juga cuma papa, dan yaa kalau bawa uang nggak usah banyak-banyak, kan niatnya mau ibadah, bukan belanja-belanja.
Begitu masuk ke dalam masjid, aku hanya bisa terpukau, dan menggigil. Dingin banget disana. Penyejuk ruangan itu menyatu dengan pilar-pilar penyangga. Al-Qur’an bertebaran dan bertong-tong air zam-zam tersedia untuk semua jama’ah yang kehausan. Aku menengadah, arsitektur khas timur tengah. Asma Allah tertulis dimana-mana, kubah masjid yang bueesaarr dan itu loh, desain belang-belang. Ntah bagaimana aku menjelaskannya. Bingung.
Ah, masjid masih sepi.
Kami mengambil tempat yang beralaskan karpet tebaaal. Huwah, halus, bersih. Hidungku menghendus, hatiku bersorak. Tidak ada debu cuy! Bebaslah aku dari penderitaan bersin-bersin sepanjang Shubuh. Alhamdulillah duduk di dekat pilar. Langsung aku mengambil mushaf dan mulai membaca. Sebentar-sebentar aku bersyukur, mengagumi, takjub. Aku disini, dimana sekitar kurang lebih seribu empat ratusan tahun lalu para shahabat, kaum muhajirin dan anshar, berkumpul untuk mendengarkan ajaran dari Rasulullah. Tempat iman diuji dan ditempa, tempat untuk menyusun strategi dan tempat dimana Rasulullah tinggal bersama ‘Aisyah.
Kemudian, ada ibu muda bersama anaknya yang masih kecil datang dan duduk di sebelah mama. Waw, wanita ras Arya emang top markotop dah. Idung mancung, bulu mata lentik, tinggi dan mempunyai tenaga kuda. Tentang yang satu ini ku buktikan ketika berada di Makkah. Nantilah akan kuceritakan itu.
Setelah rangkaian surah Ad-Dhuha sampai An-Nas kuselesaikan, kututup  dan kucium mushafku. Aku menatap anak kecil yang ditidurkan di karpet. Waw, tentu hebat wanita muda ini menyiapkan segalanya dan pergi ke masjid untuk beribadah. Tebakanku, dia bukan orang yang berumrah. Karena dia membawa tas (bermerk euy) yang diisi susu anaknya, makanan anaknya, dompet, handphone dan sesuatu yang bergemerincing, mungkin kunci. Ngintip? Iya. Soalnya penasaran. Apalagi untuk menenangkan anaknya dia perlu membuka tasnya berkali-kali dan mengobrak-abrik isinya.
Selang adzan pertama dan kedua cukup lama sehingga aku memejamkan mataku sebentar dan berusaha keras untuk tidak jatuh tertidur. Gaswat kalau tidur karena aku tidak tahu dimana tempat untuk mengambil wudhu. Dan tidak ada jaminan aku akan kembali ke tempat dimana keluargaku berkumpul. Belum lagi bersinggungan dengan orang-orang yang bertubuh besar.
Setelah berkali-kali tidur ayam, akhirnya adzan yang ditunggu datang juga. Ah sebelum itu Papa sudah memberitahu kalau sebelum bacaan surah pendek akan ada jeda, dan pada waktu tersebut para ma’mum membaca surah Al-Fatihah. Memang berbeda dari biasanya, tetapi itulah yang benar :) Shubuh selesai sekitar jam 5 KSA dan kami sekeluarga langsung menuju hotel kembali.
Tidur.
Karena jam 7 bersiap ke Makam Rasulullah dan para Shahabat serta maqam Baqi.
***
Masih dengan perasaan melayang karena adaptasi tubuh terhadap perbedaan waktu, aku mencuci muka, gosok gigi. Waks, sariawan tambah parah. Karena tidak ada vitamin C maka aku akhirnya meminum air banyak-banyak. Yeh, ternyata pelit sekali manajemen hotel disindanggg… (baca: di sini). Air minum hanya diberi satu botol tanggung. T__T
Jadwal hari ini hanya ziarah. Setelah makan pagi, kami berkumpul di lobby hotel. Dipimpin oleh seorang tour guide, kami mulai berjalan. Ternyata makam cukup jauh, dan kalau pagi masjid Nabawi dibersihkan. Bener-bener kinclong bo. Pake kaus kaki aja nggak masalah berjalan-jalan di masjid. Matahari bersinar seperti jam dua belas di Indonesia. Terik kali. Padahal baru saja jam menunjukkan 8 KSA time. Dahsyat. That’s why they use burqa’ alias cadar. Untuk mengalihkan pikiranku dari panas, diriku akhirnya berdzikir saja.
Setelah sampai di makam Baqi’, guide-nya berkata, “Mari panjatkan shalawat, salam dan do’a kepada para ahli kubur disini. Sebenarnya sih nggak boleh dipimpin kalau berdo’a. Tapi nggak apa, saya akan mengucapkan doa ini pelan kemudian ibu-ibu sekalian mengikutinya.”
Halo? Kalau dilarang kenapa dilaksanakan?
Warning: ini tanah suci, dan telah datang hukum yang jelas. Mengapa lagi harus diikuti?
FYI, doa boleh dipanjatkan dalam bahasa apa saja dan terserah mau doa apa saja asal untuk kebaikan si penghuni kubur dan tujuannya adalah shalawat. Namun ini saja sudah bersifat transaksional. Dan lagi, hanya jama’ah Indonesia yang berkumpul dan memanjatkan doa bersama seperti ini.
Jama’ah Indonesia, dengan segala kekurangannya. Dan ternyata di kemudian hari aku tahu, bahwa pemerintah Arab Saudi telah menerbitkan buku panduan untuk haji dan umroh yang baik dan yang benar, hanya saja jama’ah Indonesia memilih bungkam.
Sekali lagi sodara-sodara, tidak ada do’a bergerombol dipimpin dan dilafadzkan dengan suara keras. Apalagi perempuan :) Agar tidak terpusat perhatian laki-laki kepada kita :)
Karena tidak bisa ke makam Rasul, ya seperti tadi, hanya menghadap makam kemudian membaca shalawat. Kemudian kami ke Raudhoh. Honestly, I haven’t read about Roudhoh before so I can’t explain anything about Roudhoh. Emang sih di internet bisa aja dicari, tapi aku lebih suka untuk membaca buku kemudian bertanya. Kalau penjelasan kemaren sih katanya itu adalah sepotong taman surge, trus tempat paling mustajab di bumi. Maka, berbondonglah umat manusia untuk masuk ke roudhoh yang tidak seberapa besar itu –katanya. Eniwei, aku nggak ke roudhoh, soalnya ngantri gila dan Papa telah mewanti-wanti agar aku, mama, oma dan adik-adikku tidak sholat disana. Kata Papa tidak ada yang menyuruh untuk shalat di Roudhoh. Dan lagi, karena ketidaktahuanku dan baktiku, aku menuruti perkataan Papa.
Insya Allah aku akan kembali dengan pengetahuan yang lebih banyak tentang umroh dan Insya Allah pula, haji. Amin.
Akhirnya karena tidak menunggu masuk Roudhoh, kami memutuskan untuk pulang setelah bergelut dengan pemimpin rombongan. Yeah, pemimpin rombongan berkata bahwa sayang sudah sejauh ini berjalan dan kapan lagi bisa ke Roudhoh dan shalat disana. Aku pun diam dan berdo’a dalam hati.
Allahumma arinal haqqa haqqan, warzuqnat tiba’ah. Wa arinal batila batilan, warzuqnat tinabah. Amin.
(Ya Allah tampakkanlah yang baik itu baik, dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tampakkan kepada kami yang salah itu adalah salah dan anugerahi kami kekuatan untuk menjauhinya. Amin)
Sampai di hotel, tidur lagi.
Membantu tubuh untuk menyesuaikan diri :D
***
Sebenarnya hari ini sih nggak ada kegiatan lagi. Ohya, aku ingat pas Shubuh aku melihat ada The Body Shop. Sip, aku akan membeli lip balm. Akh, baru ingat kalau dompet dan seluruh isinya aku tinggalkan di tanah air. Gaswat. Harus merengek nih. Hahahay. Alhamdulillah sih Papa mengerti kebiasaan anaknya dan memaklumi diriku yang aneh ini. Tapi sayang seribu sayang toko itu tidak buka.
Another challenge buat bibir kering dan sariawanku.
Ketika keluar untuk shalat Dzuhur, whooooshhzz, angin panas kering kerontang lagi-lagi menerpa wajahku. Subhanallah. Kulipat kerudungku untuk kubuat untuk menutup muka. Whew.
Sampai di masjid, kulepaskan dahagaku dengan meminum dua gelas air zam-zam dingin. Maknyos. Alhamdulillah. Diriku pun mencari tempat shalat. Untuk shalat dengan khusyuk.:)
Ohya, habis Dzuhur tuh baru TBS-nyo buka. Aku membeli spray n lotion muka, lipbalm dan parfum. Khusus untuk parfum aku baru liat kalau ada wangi khusus yang hanya dijual di kawasan Timur Tengah, mungkin. Arab Oud, nama wangian itu. Cukup bernuansa timur tengah. Dan karena membeli parfum itu pula bahasa Inggrisku diuji.
“Engris? You can?” kata penjaga tokonya.
“Eh? Me?”
“Yes, speak Engris?”
Alamak, bener-bener dilafalkan Engris kata English itu. Bla-bla-bla itulah yang aku dengar dari aksen timur tengah itu dan meminta penjaganya untuk mengulang beberapa kalimat.
***
Ketika lima waktu selesai, oma dan adikku telah tidur pulas, aku merenung. Jantungku berdetak dengan tempo yang aku tahu apa artinya itu.
Rindu.
Bahkan sebelum pulang pun aku sudah merasakan rindu.