28 May 2011

Long Time to Go!

Facing June..


My Second June in Jogjakarta...


Ada kabar apa sekarang, Nad?
***


Kabar baik Alhamdulillah. Lama tidak berblogger ria dengan my lovely Cherry. Kegiatan sekarang hanya membaca dan mengerjakan tugas. Sebenarnya kehilangan ketika aku tidak menuliskan sesuatu. Ah, sebenarnya aku juga menulis. Melanjutkan proyek novel picisan dan cerpen-cerpen yang idenya tiada habis dari kepala. Hanya saja.. Tidak dilanjutkan. Memang kelemahanku sedari dulu kalau sudah menulis, tidak bisa mengakhiri.


***


Tes Potensi Akademik alias penjurusan di Manajemen kemarin bilang kalau aku sangat cocok di Finance, Management Information System and Operation Management. Suatu bidang yang sama sekali tak aku sangka aku berbakat di bidang itu. Waw. Bahkan Finance adalah matakuliah yang, tak aku sukai. Aku tak suka menghitung tapi kemudian hasil tes mengatakan lain. Kemampuan berhitung, baik logis maupun kritis, dua-duanya sama dengan poin 4 dari skala 5. Ketelitian juga mendapatkan poin 4 serta empati. Dan hampir semua jurusan (Human Resources, Operation, Information System, Marketing, Financial) aku mendapatkan poin diatas 95 alias highly recommended as a minor. Dan 94,80 di Strategic Management.


Aku sedikit tidak cocok di marketing.


Kalau di akuntansi aku pasti cocok jadi auditor -kata Psikolognya.


Mengenali konsep dengan sangat baik (terbukti pada semua bidang highly recommended :P ), very academic person dan kemampuan mengingat mendapatkan nilai sempurna, 5. Padahal aku orang yang dapat dibilang pelupa parah. Mempunyai keinginan untuk belajar dan tidak terlalu terobsesi dengan target. Senang berbagi. Dan pekerjaan yang cocok dengan kombinasi: tahu perasaan orang lain, senang berbagi, menguasai konsep dengan baik- adalah Dosen.


Hiyahhhh....


Padahal IPK nan buruk di mato.


===


Aku tak tahu, aku hanya senang belajar. Aku hanya senang berbagi.


Apakah aku akan menjadi dosen?


Aku ingin menjadi dosen Manajemen Syariah. Bisakah aku?


"Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap..." (TQS Al-Insyirah: 8)

20 May 2011

#4 Iseng-iseng

16 May 2011

I was...

‎KENANGAN SAAT kau kelas 1 SD kala itu umurmu baru 5 tahun lebih sedikit...... seperti biasanya ; bangun tidur kau lansung mandi, selesai mandi ganti pakaian. selesai ganti pakaian kau langsung siap untuk berangkat kesekolah. mamamu selalu ngomel bahwa kau berangkat selalu masih kelewat pagi, dan memang kau selalu pergi hari masih sangat pagi. walaupun sebenarnya sekolahanmu dekat dengan rumah. papa selalu memberikan penjelasan kepada mamamu. tidak apa-apa kalau mau pergi pagi, karena papa dulu juga begitu.(barangkali kebiasaan itu menurun kepada anaknya). suatu pagi ; selesai ganti pakaian kau langsung berangkat kesekolah. mamamu sempat ngomel juga, namun papa hanya senyum, dan kaupun langsung berangkat sekolah. setelah kau berangkat, papa menonton berita di TV, tidak lama kemudian kau datang, mama dan papa kaget, papa tanya kenapa pulang...? kau jawab " belum ada orang dijalan ", papapun tertawa, mamamu ikut tertawa....TERNYATA, haripun masih gelap.... jangan-jangan gurumupun masih TIDUR...,TAPI itu kebiasaan baik, cari ILMU dengan semangat walaupun hari masih gelap........





It's been for almost 14 years... First grade in elementary school :)



Kenangan itu tiba-tiba saja muncul ketika Bapak nan ganteng rupawan itu ternyata melihat album-album di Facebook-ku dan melihat foto jadul-ku. Foto ketika aku berumur lima tahun, dan satu bulan kemudian, menginjak SD. Itu komen beliau di foto ulang tahun ke 5-ku. Seketika anganku melayang ke masa lalu.

***
Pagi-pagi, udara masih dingin dan kelam malam masih tersisa sedikit di langit, aku memakai rok merah dan atasan putih, lengkap dengan dasi dan topi serta ransel di punggung. Sudah seminggu berlalu dan mama tidak perlu mengantarku lagi ke sekolah, perlahan aku menghapal jalan itu ketika pulang bersama mama. Sebenarnya aku takut, namun rasanya aku perlu meniru Nobita. Karena dia juga berjalan kaki dan selalu pulang bersama temannya.

"Kamu ngapain nak pergi pagi. Masih gelap gini kamu mau pergi?" kata Mama.

"Nanti Inez terlambat. Gurunya marah." Kataku.

"Udah, biarin aja, Dek. Orang dia mau sekolah koq." kata Papaku.

Sedikit menggumam, namun tetap saja mama melepaskanku pergi. Terdengar burung bernyanyi. Ku cium tangan kedua orangtuaku dan mengucapkan salam.

"Assalamu'alaykum! Inez pergi ya Ma, Pa.."

Ku susuri jalan tak beraspal dari rumah ke pagar. Aku tinggal di mess perusahaan yang juga menjadi tempat parkir truk dan tangki sebuah perusahaan minyak di Indonesia, ditambah lagi tanahnya sangat luas, sehingga dari halaman rumah ke pagar agak jauh. Kulihat pagar sudah dibuka dan aku berjalan sambil menendang batu. Mengingat-ingat pohon apa saja yang berada dalam hutan (baca: areal rumahku), akan jajan apa nanti di sekolah dengan uang Rp 100 di kantongku.

Ah iya, uang sangu. Sangu? Itu yang Lenny bilang ke aku. Sangu. Mengapa harus dinamakan sangu? Ia tidak berkata kepadaku apa itu sangu. Mama bilang itu untuk beli salome, atau apa yang aku suka. Beri uangnya kepada yang menjual dan aku akan dapat yang aku suka. Ohya, aku suka nasi goreng dan snack di kotak itu. Aku akan membelinya.

Ku susuri jalan di samping "hutan" kota yang berada di sebelah rumahku, kemudian berbelok, ke Gang Mufakat. Ah, setelah itu aku harus berjalan lurus saja, sampai menemukan Puskesmas kemudian ada gang kecil yang sebelah -kanan atau kiri ya?- ada tembok besar dan parit kecil. Ohya, jangan lupa ada anjing yang suka menggonggong di rumah pertama setelah "hutan" ini.

AH!

Aku terkejut, rupanya si anjing itu sedang tidur di tengah jalan! Kupandang sekeliling, tidak ada orang. Kulihat tidak ada rantai di lehernya, seperti di kartun Tom and Jerry. Bagaimana kalau aku dikejar? Kalau digigit? Aku akhirnya memutuskan untuk berjalan pelan-pelan, tak menimbulkan suara. Setelah agak dekat baru aku tahu ada pemiliknya sedang me-lap mobil. Aku diam saja, menunggu pemiliknya keluar, dan berdiri jarak 10 langkah dari anjing itu. Ketika pemiliknya sampai di bagian belakang mobil, ia melihatku dan tersenyum.

"Mau berangkat sekolah ya, Dek?"

Aku hanya mengangguk. Aku menoleh kepada anjingnya. Rupanya ia mengerti.

"Oh, takut ya?" Lalu ia memanggil anjingnya masuk ke dalam rumah. Aku mengucapkan terima kasih lalu lari secepatnya.

Hoh hoh hoh.

Ah, aku sampai di wartel tempat mama sering menelepon Oma. Aku bingung, mengapa mama sering menelepon di wartel, padahal di rumah ada telepon. Kalau aku sih senang karena dingiin! Hahaha. Iya, di wartel itu ada sejenis kipas kotak yang diletakkan di atas pintu. Bunyinya: gretek gretek gretek. Tapi dingin. Aku senang berlama-lama duduk di sofa dan merasakan angin dingin itu. Baru berapa hari kemudian aku tahu dari papa benda itu bernama AC.

Ada jembatan kecil setelah wartel, sebelum sekolah aku tidak pernah melewati jembatan itu. Mama tidak pernah mengantarkan aku lewat jalur ini, mama selalu lewat Gang Mufakat I. Aku tahu jalan ini dari Nita, tapi sepertinya dia selalu berangkat agak siang. Perlahan aku lewati jembatan itu. tidak kecil sebenarnya, lebar, namun kecil disini adalah kecil dibandingkan jembatan Ampera yang ada di Palembang. Yah, tapi kan sama saja jembatan, yang digunakan untuk menyebrangi sungai.

Perlahan kulewati papan-papan itu, papannya berbunyi setiap kulangkahkan kaki. Krit! Krit! Krit! Krit! Kriiitt! 5 langkah kecil membuatku lewat dari jembatan itu. Aku berjalan lagi. Banyak suara burung bersahutan. Bunyinya: tut tut truuuwww.. tut tut truww... Aku mendongak ke atas. Waahhh~ Burungnya di sangkar banyak sekali. Kusempatkan diri menghitung, satu.. dua.. tiga... emmm... Ada sepuluh sangkar! Pantas kalau rame!

Ah, kemudian aku sadar aku terlalu lama berjalan. Puskesmas di depan mata dan kupercepat langkahku.

***

Back to 18-years old Nad.

Aku dulu selalu merasa bahwa jalan ke sekolah adalah petualangan. Melewati hutan, jembatan, gang kecil. Seru. Tapi, sekarang, lahanku bermain, berlari, hutan kecil, jembatan itu, burung-burung... Semuanya telah hilang dimakan waktu. Ntahlah, apakah nanti anak-anakku masih merasakan indahnya kicauan burung, mengingat tempat hidup burung-burung itu telah dibabat habis oleh manusia..

6 May 2011

Buah Bolok

Buah bolok kuranji papan
Dimakan mabok dibuang sayang
Busu embok etam kumpulkan
Rumah-rumah jabo etam lestarikan


Buah salak muda diperam
Dimakan kelat dibuang sayang
Spupu deng sanak etam kumpulkan
Untuk menyambut wisatawan


Reff:
Buah terong digangan nyaman
Jukut blanak tulung panggangkan
Museum tenggarong Mulawarman
Yo deng sanak etam kerangahkan


Buah bolok kuranji papan
Dimakan mabok dibuang sayang
Kroan kanak sekampongan
Etam begantar bejepenan

3 May 2011

Titihati

tiktoktiktok
nyanyian si jarum detik yang tak henti berdetak
kehidupan berjalan dan kau
seenaknya saja
Bila tak tahu kapanpun waktu menjawab

Waktu yang membawaku iri dalam kata
Yang hanya kusimpan dalam hati
Taktaktak
Tak akan aku mengelak dari perasaan ini

Aku hanya diam

Tiktoktiktok
Hanya waktu menyaksikan segala iri tertanam di benak
Subur, tumbuh berurat dan berakar

:menunggu saat tepat untuk dipuaskan 

2 May 2011

Glance on The Sky #1 (Adisutjipto-Sepinggan)

I've spent my weekend in Balikpapan.

So what?

Dalam masa yang sangat sempit aku disuruh pulang oleh orang tua. Kamis malam dari Jogja, secepat kilat diantar Ushi-chi, kemudian tancap ke Sepinggan. Weeell done.

Sempat kecewa ternyata penerbangan ditunda sekitar 45menit dari rencana keberangkatan 5.05 pm, jadi sekitar jam 5.50 pm WIB. Menggerutu? Ya, karena aku meninggalkan banyak tugas. Financial Management, Business Law. Maaf ya kawans.

Kepulanganku di masa-masa yang, sangat, sempit ini menimbulkan beberapa kekacauan dan simpang siur berita *hadeh*. Udah 5 orang yang bilang kalau aku bakalan dinikahin. Gerr~ Ternyata aku pulang, baru dikasih tahu, tujuannya cuman satu: vaksin meningitis. Oke, ternyata ada rencana untuk menginjakkan kaki di luar. Alhamdulillah. Insya Allah resolusi tahun 2011 ini tercapai :D Sip.

Oke, itu hanya basa basi basi. Yang ingin kuceritakan sebenarnya adalah: berbicara tanpa mengenal lawan bicaramu di bandar udara, dan, pesawat.

Aku bukanlah orang yang dapat berbicara secara lancar, bukan pula orang yang bisa berbicara secara runtut. Kejadian dimulai pada saat aku memutuskan untuk makan di KFC Adisutjipto sambil menunggu datangnya pesawat. Karena tempat untuk makan sempit, akhirnya aku duduk bersama seorang, hem, ibu atau mbak ya? Dia memulai percakapan:

"Mau pulang, Mbak?"

"Iya, Bu."

Mulai dari percakapan sederhana itu meneliti sifat. Dia bercerita bahwa dia adalah seorang peneliti (sesuai dengan gaya bicaranya, misterius. Menurutku peneliti terkadang introvert dan menyusun jelas perkataannya, ilmiah). Sorot matanya menyiratkan bahwa dia lelah, namun ketika kutawarkan bantuan untuk mengurangi beban yang ia bawa, ia memandangku. Aneh. Dia berjalan cepat seolah aku tidak pernah berbicara dengan dia. Di bandara, percakapan basa-basi itu beberapa kali kualami. Apakah memang itu adalah cara untuk sekedar menghilangkan kebosanan? Atau hanya untuk mengisi waktu?

Aku berpisah dengan ibu itu ketika petugas keamanan bandara mencegatku. Hahahay. Yeah, I mean for security inspection. Aku baru saja mengambil buku dari meja ketika si Satpam langsung menyambar buku tebalku. Aku baru saja ingin bertanya mengapa bukuku direbut begitu saja, sampai beberapa saat kemudian aku tersadar, penampilanku seperti orang membawa bom untuk bunuh diri: tas punggung padat, buku tebal. Aku rasa petugas itu berharap aku akan menyimpan bom buku, mungkin?

Setelah lewat dua lapis pemeriksaan, aku langsung menuju WC untuk menuntaskan panggilan alam. Lanjut ke Periplus. My God, aku menghabiskan uang tabunganku :(

Aku suka suasana bandara. Berbagai macam wajah tampak.

***
Dalam pesawat Batavia, Jogja-Balikpapan, aku tenggelam di dalam novel N.H Dini. Sudah lama setelah Argentuil, baru kemudian ada novel lagi. Aku berasyik-masyuk dengan novel, sampai ketika makanan datang (hey, I always wait for this session, eat while at the sky!) Aku memutuskan untuk mengistirahatkan mata dan memakan roti yang disuguhkan. 

Dan Ibu di sebelahku menyapa.

"Mau ke Balikpapan, Mbak?"

"Iya, Bu."

"Kuliah di mana?"

"U-Ge-Em, Bu."

"Oh, anak saya juga di UGM."

Aku sempat berpikir sejenak. Seingatku aku sudah menjawab pertanyaan itu berkali-kali selama empat semester ini. Dan beban itu tidak berkurang, malah bertambah berat. Memang ada kebanggaan ketika menyandang status sebagai mahasiswa kampus kerakyatan, apalagi fakultas kereta api (Ekonomi n Bisnis :P *peace*) Kadang aku takut ditanya, Mbak, korupsinya kapan selesai? Atau Mbak, berarti mbak tahu dong cara menyelesaikan permasalahan ekonomi di negeri ini? Mbak Neo-liberalisme itu apa sih? Hahah~ *miris*

Tapi percakapan bandara adalah percakapan tentang pencapaian diri. Dibalik kata terucap kemudian tersirat sebuah kebanggaan tentang identitas. Percakapan itu tidaklah membahas secara terang-terangan tentang pekerjaan ibu itu, berapa anaknya, apa yang anaknya kerjakan, pencapaiannya. Namun hanya mengucapkan kalimat tertentu, aku sudah mengerti arah percakapan ini. Satu jurus ketika ada orang yang berbicara dan agak meninggi: diam. Aku mendapat banyak pelajaran sih, khususnya dari teknik berbicara. Bagaimana menyelipkan sesuatu tersirat, bahwa kita juga tidak kalah. :D

to be continued