16 May 2011

I was...

‎KENANGAN SAAT kau kelas 1 SD kala itu umurmu baru 5 tahun lebih sedikit...... seperti biasanya ; bangun tidur kau lansung mandi, selesai mandi ganti pakaian. selesai ganti pakaian kau langsung siap untuk berangkat kesekolah. mamamu selalu ngomel bahwa kau berangkat selalu masih kelewat pagi, dan memang kau selalu pergi hari masih sangat pagi. walaupun sebenarnya sekolahanmu dekat dengan rumah. papa selalu memberikan penjelasan kepada mamamu. tidak apa-apa kalau mau pergi pagi, karena papa dulu juga begitu.(barangkali kebiasaan itu menurun kepada anaknya). suatu pagi ; selesai ganti pakaian kau langsung berangkat kesekolah. mamamu sempat ngomel juga, namun papa hanya senyum, dan kaupun langsung berangkat sekolah. setelah kau berangkat, papa menonton berita di TV, tidak lama kemudian kau datang, mama dan papa kaget, papa tanya kenapa pulang...? kau jawab " belum ada orang dijalan ", papapun tertawa, mamamu ikut tertawa....TERNYATA, haripun masih gelap.... jangan-jangan gurumupun masih TIDUR...,TAPI itu kebiasaan baik, cari ILMU dengan semangat walaupun hari masih gelap........





It's been for almost 14 years... First grade in elementary school :)



Kenangan itu tiba-tiba saja muncul ketika Bapak nan ganteng rupawan itu ternyata melihat album-album di Facebook-ku dan melihat foto jadul-ku. Foto ketika aku berumur lima tahun, dan satu bulan kemudian, menginjak SD. Itu komen beliau di foto ulang tahun ke 5-ku. Seketika anganku melayang ke masa lalu.

***
Pagi-pagi, udara masih dingin dan kelam malam masih tersisa sedikit di langit, aku memakai rok merah dan atasan putih, lengkap dengan dasi dan topi serta ransel di punggung. Sudah seminggu berlalu dan mama tidak perlu mengantarku lagi ke sekolah, perlahan aku menghapal jalan itu ketika pulang bersama mama. Sebenarnya aku takut, namun rasanya aku perlu meniru Nobita. Karena dia juga berjalan kaki dan selalu pulang bersama temannya.

"Kamu ngapain nak pergi pagi. Masih gelap gini kamu mau pergi?" kata Mama.

"Nanti Inez terlambat. Gurunya marah." Kataku.

"Udah, biarin aja, Dek. Orang dia mau sekolah koq." kata Papaku.

Sedikit menggumam, namun tetap saja mama melepaskanku pergi. Terdengar burung bernyanyi. Ku cium tangan kedua orangtuaku dan mengucapkan salam.

"Assalamu'alaykum! Inez pergi ya Ma, Pa.."

Ku susuri jalan tak beraspal dari rumah ke pagar. Aku tinggal di mess perusahaan yang juga menjadi tempat parkir truk dan tangki sebuah perusahaan minyak di Indonesia, ditambah lagi tanahnya sangat luas, sehingga dari halaman rumah ke pagar agak jauh. Kulihat pagar sudah dibuka dan aku berjalan sambil menendang batu. Mengingat-ingat pohon apa saja yang berada dalam hutan (baca: areal rumahku), akan jajan apa nanti di sekolah dengan uang Rp 100 di kantongku.

Ah iya, uang sangu. Sangu? Itu yang Lenny bilang ke aku. Sangu. Mengapa harus dinamakan sangu? Ia tidak berkata kepadaku apa itu sangu. Mama bilang itu untuk beli salome, atau apa yang aku suka. Beri uangnya kepada yang menjual dan aku akan dapat yang aku suka. Ohya, aku suka nasi goreng dan snack di kotak itu. Aku akan membelinya.

Ku susuri jalan di samping "hutan" kota yang berada di sebelah rumahku, kemudian berbelok, ke Gang Mufakat. Ah, setelah itu aku harus berjalan lurus saja, sampai menemukan Puskesmas kemudian ada gang kecil yang sebelah -kanan atau kiri ya?- ada tembok besar dan parit kecil. Ohya, jangan lupa ada anjing yang suka menggonggong di rumah pertama setelah "hutan" ini.

AH!

Aku terkejut, rupanya si anjing itu sedang tidur di tengah jalan! Kupandang sekeliling, tidak ada orang. Kulihat tidak ada rantai di lehernya, seperti di kartun Tom and Jerry. Bagaimana kalau aku dikejar? Kalau digigit? Aku akhirnya memutuskan untuk berjalan pelan-pelan, tak menimbulkan suara. Setelah agak dekat baru aku tahu ada pemiliknya sedang me-lap mobil. Aku diam saja, menunggu pemiliknya keluar, dan berdiri jarak 10 langkah dari anjing itu. Ketika pemiliknya sampai di bagian belakang mobil, ia melihatku dan tersenyum.

"Mau berangkat sekolah ya, Dek?"

Aku hanya mengangguk. Aku menoleh kepada anjingnya. Rupanya ia mengerti.

"Oh, takut ya?" Lalu ia memanggil anjingnya masuk ke dalam rumah. Aku mengucapkan terima kasih lalu lari secepatnya.

Hoh hoh hoh.

Ah, aku sampai di wartel tempat mama sering menelepon Oma. Aku bingung, mengapa mama sering menelepon di wartel, padahal di rumah ada telepon. Kalau aku sih senang karena dingiin! Hahaha. Iya, di wartel itu ada sejenis kipas kotak yang diletakkan di atas pintu. Bunyinya: gretek gretek gretek. Tapi dingin. Aku senang berlama-lama duduk di sofa dan merasakan angin dingin itu. Baru berapa hari kemudian aku tahu dari papa benda itu bernama AC.

Ada jembatan kecil setelah wartel, sebelum sekolah aku tidak pernah melewati jembatan itu. Mama tidak pernah mengantarkan aku lewat jalur ini, mama selalu lewat Gang Mufakat I. Aku tahu jalan ini dari Nita, tapi sepertinya dia selalu berangkat agak siang. Perlahan aku lewati jembatan itu. tidak kecil sebenarnya, lebar, namun kecil disini adalah kecil dibandingkan jembatan Ampera yang ada di Palembang. Yah, tapi kan sama saja jembatan, yang digunakan untuk menyebrangi sungai.

Perlahan kulewati papan-papan itu, papannya berbunyi setiap kulangkahkan kaki. Krit! Krit! Krit! Krit! Kriiitt! 5 langkah kecil membuatku lewat dari jembatan itu. Aku berjalan lagi. Banyak suara burung bersahutan. Bunyinya: tut tut truuuwww.. tut tut truww... Aku mendongak ke atas. Waahhh~ Burungnya di sangkar banyak sekali. Kusempatkan diri menghitung, satu.. dua.. tiga... emmm... Ada sepuluh sangkar! Pantas kalau rame!

Ah, kemudian aku sadar aku terlalu lama berjalan. Puskesmas di depan mata dan kupercepat langkahku.

***

Back to 18-years old Nad.

Aku dulu selalu merasa bahwa jalan ke sekolah adalah petualangan. Melewati hutan, jembatan, gang kecil. Seru. Tapi, sekarang, lahanku bermain, berlari, hutan kecil, jembatan itu, burung-burung... Semuanya telah hilang dimakan waktu. Ntahlah, apakah nanti anak-anakku masih merasakan indahnya kicauan burung, mengingat tempat hidup burung-burung itu telah dibabat habis oleh manusia..

No comments: