29 November 2009

Melodi Dukuh Panggang Part I


: Panggang, 26 November 2009, Interlude from Jogja

Lalat-lalat itu beterbangan di atas kakinya. Ia tetap saja memegang pensil warna murahan itu. Duduk, mewarnai. Hati-hati ia menggores pensil warna di atas kertas yang bergambar anak kecil, lelaki dan perempuan. Seperti dirinya.
Sesekali ia nampak kebingungan, warna apa yang akan ku ambil?. Tidak cuma dia, ada 2 anak laki-laki lain dan seorang anak perempuan yang sama bingungnya dengan dia.


Ketika lelah menggoreskan, dia akan menegakkan tubuhnya dan menarik nafas panjang. Huffttt.

Lalu ia melanjutkan lagi tugasnya, mewarnai.

Ketika mendengar keributan dari kelompok sebelah, ia akan menoleh. Lalu tersenyum sendiri. :) mata kecilnya berbinar seolah mengatakan, "aku juga ingin tertawa disana". kemudian seolah mendapat tenaga, ia bisa menggoreskan warna lebih cepat dari sebelumnya.

Sayup-sayup kicau burung terdengar dari sela pepohonan. Sang Pelukis sendiri telah menggoreskan warna jingga di langit-Nya. Walau dikelilingi oleh pepohonan, nyatanya dukuh itu masih saja gersang. susah air. Penduduk mengandalkan tadah hujan dan membeli air. Letaknya yang jauh dari keramaian (pusat kota), membuat anak-anak tersebut jauh dari teknologi.

Namun tawa anak-anak mengesampingkan masalah itu sejenak.

Entah kapan, generasi itu akan mengubah keadaan dukuh menjadi lebih baik.


No comments: