Jujur, saat ini keadaanku lagi kacau balau. Ntah badai apa yang datang, tiba-tiba aku sakit, dua handphone hilang, dan terakhir, memutuskan untuk tidak menghubungi seseorang.
Everything just messed up and I don't know why.
For about 3 days, I even didn't go out of my lodging house for eating. I just stayed at my room, made my room up, wrote something. The results : I posted 3 writing yesterday. I ruined my schedule, I lost my agendas. I'm losing my grip.
When shalat, I even couldn't drop my tears. The wounds just too severe that I've become so numb, I couldn't feel anything.
Akhir dari semua sakit itu adalah ketika aku memutuskan untuk menjauhi, tidak menghubungi, melepas. Teringat akan salah satu penggalan The Alchemist : kalau kau mencintai seseorang, kau harus rela melepasnya. Jika kau adalah bagian dari mimpinya, dia pasti akan kembali.
Memulai memang susah, namun aku tahu aku bisa. Tuhan mendengarku, Tuhan tahu. Ketika setiap malam aku membisikkan namamu di bawah duli-Nya. Tuhan tahu aku berharap yang terbaik untuk masa depanku, Tuhan tahu mimpiku, Dia memeluk mimpiku.
Tuhan mempersiapkanku untuk mengarungi keadaan yang lebih baik. Aku yakin itu.
Aku terjatuh, namun aku mencoba berdiri lagi.
Dengarkan aku, Malaikatku.
Ketika sayapmu tidak lagi merengkuhku, aku terjatuh
Ketika senandungmu tak lagi kudengar, aku tak lelap
Namun, terima kasih
Memang aku harus berjalan sendiri
Tidak lagi merengek-rengek
Kamu tahu aku kuat
Tugasmu telah selesai
Malaikat Pelindung,
Terbanglah tinggi, gapai bintang-bintang di langit
Aku akan berjalan di Bumi
Jangan pernah sekalipun melakukan telepati itu
Malaikat Pelindung,
Jangan rendahkan sayapmu sekalipun aku meminta
Jangan pernah kembali sekalipun aku memohon
Cukup helai sayap yang kau tinggalkan ini aku simpan
:anggap saja kau tak pernah bersenandung dan merengkuhku
Cause my daily life is not exactly the same as theirs. It's my story!
19 November 2010
18 November 2010
Untuk Penelepon Malam Hari
Selayaknya, batang usia bukanlah penentu lembar kertas telah tercoret banyak
Namun seberapa sering kau melihat sekeliling dan mencoret kertas kehidupanmu
Selayaknya, bukan diri yang layak untuk mendapat pengasihan dari dirimu, tapi kau
Namun kau yang meninggikan dirimu, kalau tidak lantas siapa lagi?
Bukan salahku hadir dalam kehidupan, entah takdir
Ketika kata menyerang dan kau butuh penghormatan
Aku yang mengasihani dirimu, tersenyum dalam suka kesedihan
Lembaranmu tak bisa kau sobek, tak bisa kau hapus
Kecuali kau gila
Teriak! Teriak! Teriak!
Setan mendengarmu dan mendengarku, mungkin mendengarnya
Setelah perjalanan penuh intrik, rekayasa dan kebohongan, patutkah seorang mempercayainya?
Dia bukan tidak bisa memutuskan, dia takut kehilangan
Bagaimana seorang bisa duduk di dua buah kursi tanpa dia harus selalu menjaga keseimbangan?
Dalam cita kau tersenyum, namun nyata adalah sekejam yang kau fikir
Bukan kau yang akan melepasnya, tapi aku
Indah bukan tercipta karena adanya dia yang memberi indah
Tapi indah tercipta karena adanya dia yang merusakkan
Cukup Bermainnya, Nak
Cukup bermain, Nak
Hari telah petang
Dimana sapi pulang ke kandang
Dan para ibu menaikkan selendang
Cukup bermain, Nak
Langit telah merah
Harus kau kembali ke rumah
Tlah ku isi air dalam wadah
Cukup bermain, Nak
Sekarang waktumu istirahat
Mandi kemudian shalat
Cukup bermain, Nak
Malam itu kelam
Sedianya, menjadi seram
Hari telah petang
Dimana sapi pulang ke kandang
Dan para ibu menaikkan selendang
Cukup bermain, Nak
Langit telah merah
Harus kau kembali ke rumah
Tlah ku isi air dalam wadah
Cukup bermain, Nak
Sekarang waktumu istirahat
Mandi kemudian shalat
Cukup bermain, Nak
Malam itu kelam
Sedianya, menjadi seram
Subscribe to:
Posts (Atom)