19 July 2011

Part Two : Leaving on A Jet Plane

Esoknya ke Bandara sekitar jam 10 dan take-off sekitar jam 11.30. Tempat duduk kami sekeluarga terpencar dan akhirnya aku harus berganti tempat duduk dengan mama, di 59B. Boeing 737-800 siap membawa kami melintasi 4 jam perbedaan waktu. Cukup menegangkan bagiku yang pertama kali melintasi lebih dari 1 jam perbedaan waktu, apalagi ini menuju tanah suci. Kubayangkan setelah pulang ini aku dapat mencoret satu lagi resolusi tahun 2010 yang berlaku dua tahun: pergi ke luar negeri. Kuperhatikan sekeliling, penumpang pesawat sibuk mengatur travel bag mereka.

Ohya, di sebelah kiri-ku duduk seorang bapak dari travel lain yang juga akan berangkat umrah, sedang di di sebelah kananku duduk seorang gadis cantik yang baru saja lulus SMA, Sausan Rasmiyyah. Aku kaget karena duduk di dekat orang yang namanya sama dengan salah satu adik kembarku. Jam-jam pertama kami habiskan dengan saling bertanya pertanyaan klise, sampai tidak ada obrolan lagi kemudian aku pun jatuh tertidur.

Sekitar hampir satu jam aku tertidur sampai aku mendengar para pramugara dan pramugari mendorong gerobak (?) makannya :D Di pesawat makanan yang disediakan cukup lengkap, dari pembuka sampai penutup :9 Dua kali makan. :D

Selesai makan anganku melayang pada panas terik di Arab Saudi. Pada saat manasik kemarin seorang ustadz berkata bahwa suhu di sana pada saat musim panas seperti ini mencapai 50 derajat celcius. Tidak dapat aku bayangkan bagaimana Rasulullah dan para shahabat tinggal di Negara itu, melintasi kota-kota dengan unta sedangkan matahari bersinar kejam. Juga bagaimana perasaan nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar. Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya tercinta di tengah gurun pasir tak berpenghuni; Siti Hajar yang mengelilingi Shafa dan Marwah mencari air untuk anaknya yang tengah kehausan.

Aku pun tertidur lagi (ngantuk euy)

Jam tanganku menunjukkan pukul 7.30 WIB ketika pilot mengumumkan bahwa sebentar lagi akan mendarat di terminal haji King Abdul Aziz. Hatiku deg-degan. Ku lihat layar besar yang terpampang bahwa waktu di posisi geografis sekarang adalah 3.30 (KSA time). Dengan izin penumpang yang berada di sebelah kiriku, aku melihat pemandangan dari jendela pesawat. Kuning. Sangat sedikit warna hijau yang terlihat. Sayang, jendelanya nggak bisa dibuka. Kalau bisa kan seru. *ngarut*

Waktu landing, di layar televisi pesawat menayangkan keadaan landasan pacu. Wah, ternyata banyak tambalannya. Karena banyak tambalannya, burung besi yang kunaiki itu pun akhirnya bergetar-getar saat landing. Capek deh, kenapa sih nggak di-mulus-in aja landasannya? Padahal minyak berliter-liter tapi memperbaiki landasan pacu aja susah. Itu pikirku pertama kali. Kemudian, muncul pikiran: pesawat yang turun aja segambreng, kapan bisa selesai kalau diperbaiki. Belum lagi ukuran pesawatnya. Belum lagi TKI yang datang (?)

Pada saat neksi (alias taxi alias jalan lambat habis pesawat ngerem itu loh) jantungku seakan ingin loncat dari tempatnya. Nggak tahu deh kenapa. Aku lihat ke luar, sebelah kiriku, pohon-pohon melambai, seakan mengucapkan selamat datang. Tak lama pesawat pun berhenti dengan sempurna. Ini dia, tapak pertamaku.

Pintu keluar pesawatpun terlihat, dan saat keluar, wuzzz… Angin kering menerpa wajahku. Puanase. Aku pun tersadar: tidak ada belalai untuk masuk langsung ke dalam airport. Huweh. Ku angkat travel bag yang sangat “ringan” itu, karena tidak bisa digeret. Angin kering tidak berhenti membelai wajah. Benar-benar kering sampai-sampai keringat pun tidak berani keluar. Aku datang!

Anak tangga terakhir pun kupijak. Kaki kanan kudahulukan.

Bismillah.

Labbaikkallah humma labbaik :)

...

Semua jama’ah masuk ke kantor imigrasi. Nah, patut diketahui para pekerja di semua instansi di Arab ini adalah laki-laki. Tidak ada perempuan. Kecuali memang diperlukan, seperti pemeriksa keamanan. Dan ruangannya pun tertutup. Aman deh kalau untuk perempuan disini (insya Allah). Di sela-sela pemeriksaan paspor, bapakku bercerita bahwa itulah (semua pekerja adalah laki-laki) yang ideal. Karena sesungguhnya adalah kewajiban para lelaki untuk bekerja, di luar. Sedangkan para perempuan berkewajiban dan seharusnya berdiam di rumah. Diam bukan tidak mengerjakan apa-apa, tetapi maksudnya di sini tidak keluar rumah. Aku pun tergelitik bertanya, di Indonesia malah perempuannya yang bekerja dan menjadi pahlawan devisa.

“Itulah nak mengapa agama itu dipelajari dengan benar. Seharusnya, kalau mau mengirim TKI, ya yang laki-laki, supaya nggak terjadi kisah-kisah sedih itu. Sudah ada bagiannya masing-masing, laki-laki ya bekerja, perempuan ya di rumah. Jika perempuan bekerja dan membantu rumah tangga, maka itu adalah sedekah baginya dan suami tidak berhak sedikitpun pada uang itu. Belajarlah agama baik-baik, Nak. Supaya kau tahu mana benar mana salah..”

Kalau laki-laki yang dikirim menjadi TKI, bakal nggak ada tuh ceritanya pemerkosaan atau pekerjaan lelet. Selain itu lelaki juga tidak mengalami menstruasi dan setidaknya bisa membela diri lebih baik daripada perempuan ketika hak-hak-nya dilanggar.

BTW, dilarang senyum sama lelaki di Arab. Di negeri asalku yang terbiasa beramah-tamah ini, senyum adalah suatu keharusan (seharusnya). Namun, berbeda di Arab, senyum wanita adalah godaan. Salah senyum ujung-ujungnya ntar diminta nikah tuh. Ada suatu kejadian, seorang jama’ah dari Indonesia, ya berbaju agak ketat, sedang diperiksa di bagian imigrasi. Karena budaya tersenyum inilah, akhirnya dia melemparkan segaris senyum kepada petugas imigrasi. Eh, tiba-tiba paspornya ditahan. Akhirnya petugas travel pun datang mengurusi. Masalah terbongkar: Dia ingin menikahi wanita yang tersenyum kepada dia. Setelah dijelaskan, baru deh ngertos.

Jadilah selama di Arab aku menyimpan nasihat itu baik-baik.

Tapi Alhamdulillah Allah swt. memberikanku sariawan di ujung-ujung bibir yang berakibat: susah senyum selama 10 hari.
Keluar dari Bandar udara, kuperhatikan sekelilingku. Kurekam semua pemandangan. Ku hentakkan tiga kali kakiku ke tanah. Aku ingin kembali lagi. Ku lihat jam tanganku. 8.10 WIB, 4.10 KSA time.

Dan ini saatnya melanjutkan perjalanan ke Madinah :)

1 comment:

Anonymous said...

737-800 nda smpe 59 nad nomor seatnya XD..

_oni_