21 January 2012

Sincerely, Grandpa :)


"...He smiled from his bed and said we'll meet again

Somewhere down the road
And I believe 'cause Grandpa told me so..."

-Grandpa Told Me So, Kenny Chesney-


I was just searching on 9gag when this post suddenly appeared:
3D View Camera


Aku ingat saat-saat aku berebut kamera ini dengan kakak-kakak sepupuku, bahkan tante-tanteku di malam Oma dan Kakek pulang dari tanah suci. Hanya punya sekitar enam gambar per piring kertas itu, aku melihat Ka'bah, masjid dan berbagai pemandangan sekitaran Arab Saudi. Ketika giliranku untuk mencoba melihat dari kamera/teropong itu, aku takjub dan akhirnya menanyakan banyak hal ke kakekku.

       "Kek, Kakek ke sini juga, kah?" Aku menyodorkan kamera itu ke beliau.
       Kakek mengambilnya, melihat gambar di teropong itu tersenyum lalu membalas, "Oh iya. Itu Jabal Rahmah, tempat nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan. Kong Kakek ada tulis nama Inez dan semua anak-anak kakek dan cucu-cucu sampai cicit kakek deng oma di situ,"
       "Untuk apa, Kek?" aku mengambil kamera dari tangan kakek dan melihat ke kamera itu lagi, "Kan banyak. Kakek ingat semua?"
       "Iya!" beliau membalas dengan logat khasnya, "Tentu kakek ingat."
       
        Aku hanya berdehem. Kembali asyik dengan mainan baruku. Aku ingat saat pulang anak-anaknya sedikit kesal dengan kakek, ehm, dan oma juga. Karena mereka membeli sangat banyak oleh-oleh untuk keluarga mereka. Termos kuningan, berlembar-lembar foto, gelas, nampan. Heboh deh.
***

Namun aku selalu ingat dengan sulingnya. Ketika aku sudah bisa merekam kegiatan dalam ingatanku, aku selalu mengingat saat kakek meniupkan sulingnya untukku. Sebuah konser tunggal kecil di depan teras. Ntahlah lagu apa itu, apa mungkin itu lagu "O Ina ni Keke" (O, Ibu[nya] Keke) atau lagu-lagu daerah Sulawesi Utara lainnya. Ketika aku pulang kampung, aku selalu meminta beliau untuk memainkan suling itu.

"Kakekku tak pernah marah / Nenekku tak pernah marah / Aku selalu dimanja / Rasa sayang-sayange.." -Mamaku Cerewet, Trio Kwek-Kwek

Iya, menurutku, akulah cucu kesayangan kakek. Entah mengapa kakak-kakak sepupuku selalu tidak suka dengan apa yang kakek lakukan. Katanya, malu-maluin. Kakek juga sering menggunakan nada tinggi ke kakak sepupuku yang lain, dan aku rasa itu artinya marah. Ntahlah, aku tidak terlalu ingat. Namun, rasanya kakek tak pernah marah kepadaku. Aku ingat, masa kecil aku main kuda-kudaan. Naik di punggung beliau, kemudian mencengkeram kaus dalamnya. Kakek akan pelan-pelan jalan dengan kaki dan tangannya, dan aku selalu meminta kakek mengulang main-mainan itu. Sampai akhirnya aku jatuh, kejeduk, mendapat benjol besar di dahiku, dan selesailah permainan itu :p

Kakek adalah seniman besar, iya. Dia akan menyanyi di SETIAP pesta pernikahan. Diminta menyanyi. Suara kakek sangat khas. Dia akan bercerita dengan lagu. Bertanyapun dengan nada! :D Oh, bahkan saat shalat di Masjid ketika Ramadhan, walaupun di shaf paling belakang, aku tahu itu kakek yang sedang mengimami shalat. Iya, dari lagu ketika membaca takbiran dan, tak akan aku lupa, ketika kakek membaca surat Al-Fatihah. Awalnya aku bingung dengan lagu yang aneh itu. Tapi, itu kakekku. Bahkan ketika aku mendengan tertawaan tertahan dari mulut orang lain, aku malah berbicara agak kencang ke kakak sepupuku "TADI KAKEK KAN KAK YA YANG IMAMIN!". Mungkin darah menyukai musik datang dari kakek, ya? Tapi kalau suara kakek bagus, aku kayak kaleng rombeng.

Kakek orang yang, royal, kata orang di tempat ibuku. Sebutan untuk orang yang tidak segan-segan mengeluarkan duit. Ketika ia hanya memberi uang sediiiiikitt sekali ke orang lain, (bahkan mama dan saudaranya sempat "mengerjai" kakek untuk membeli mi Ojo, mi khas Kotamobagu) kakek akan membeli barang kesukaanku, ehm, makanan kesukaanku dalam porsi buanyak sekali! Nogat, Ayam Goreng Kelapa, dan ehm aku lupa nama makanan itu, namun pokoknya gula merah kemudian ada kacang, yang nanti pembungkus makanan itu adalah koran. Ketika aku berkata bahwa ayam goreng yang beliau bawa sekembalinya dari pasar itu enak dan aku mau makanan itu untuk sahur, keesokan harinya dia langsung membeli ayam goreng itu lima potong! Ia taruh ayam itu di lemari terpisah. :D Kemudian, dia memanggilku ketika aku pulang bermain dan berkata, "Ayam goreng yang Inez suka, Inez dapa ambe di lamari e." Dan aku pun langsung berlari ke dapur.

Mungkin itu memoriku.

Tapi lucu juga memori adekku.
Kakekku ganteng, iya. Tapi cukup seram loh ketika beliau memanjangkan kumis. Suatu hari, dari dapur beliau muncul, membawa parang, menuju ke pintu masuk rumah. Adekku yang sedang duduk di teras rumah, kaget. Kakek mau ngapain? Pikirnya. Kemudian kakek duduk di pagar pembatas di teras, menaikkan kakinya, dan... Memotong kuku tangan dan kakinya. Oh.. Bikin kaget aja si Kakek.

***
Kangen Kakek.
Desahan nafas dari hidung tua kakek.
Kacamata tebal itu.
Lagu ketika membaca Qur'an itu.
Suling kakek.

Maaf tak berada disana ketika kau memanggil namaku di saat terakhirmu.
Namun ukiran senyum damai di bibirmu yang mengiringi kepergian, cukup membuat lega kami.
Semoga Allah memberimu surgaNya, kek. Amin.

:) Terima kasih sudah menjadi Kakek bagiku, dan Ayah bagi Mama terbaik sedunia.

Doa tak bertepi untukmu selalu.
Cucunda Inez :)

No comments: