Lihatlah pada diriku
Aku cantik dan menarik dan kau mulai dekati aku
-Lelaki Buaya Darat. Ratu-
Hai, Nad. Boleh kenalan?
Ketika aku sendiri, aku membuka lagi kenangan itu. Aku hanya ingin tahu, apakah aku masih akan tergores karena kenangan itu? Apakah aku telah sembuh terhadap apa yang ia lakukan kepadaku? Seiring waktu berjalan, aku kira jalan bertabur dengan bunga, ternyata tidak. Pun bertabur bunga, dibawah bunga ternyata bertumpuk kerikil tajam yang berusaha aku lewati.
Kulangkahkan kaki. Tajam. Curam. Jalanan itu menanjak.
Aku berbalik ke belakang. Jalanan menurun. Aku bisa saja memutuskan untuk berguling, menuruni tanjakan yang bertabur bunga dan kerikil, terhempas, terluka, jatuh jauh ke bawah jalanan turun yang curam itu, tanpa tahu berhenti dimana.
Tapi tidak! Aku lebih memilih menaiki tanjakan curam itu. Walau terseok. Meninggalkan semua hamparan kerikil dan bunga.
Aku pasti kembali!
Tidak. Aku tidak akan menunggu di ujung jalan. Aku tidak akan pernah menunggu di ujung jalan. Jalan kita berbeda. Aku tak mau kau beri kerikil lagi, yang berusaha kututupi dengan bunga. Aku mau seseorang yang akan memberiku banyak kelopak bunga nantinya. Seseorang yang akan pula kuberikan kelopak bunga, agar dia tersenyum.
Nad, kesini dulu!
Ya, aku kesana.
Tapi tidak denganmu. Aku akan bertemu dengannya. Yang kuat dan cerdas.
Sukses, Nad!
No comments:
Post a Comment